Site icon Kabarindo24jam.com

Kejagung Dinilai Lemah, Silfester Matutina Masih Belum Dieksekusi

Kabarindo24jam.com | Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) masih menghadapi tantangan dalam mengeksekusi terpidana kasus fitnah, Silfester Matutina, meski putusan pengadilannya telah berkekuatan hukum tetap sejak 2019. Hingga kini, tim eksekutor dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan belum mengetahui secara pasti keberadaan Silfester. Situasi ini menimbulkan pertanyaan mengenai ketegasan aparat penegak hukum dalam menangani kasus yang melibatkan figur publik.

Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, menjelaskan bahwa tim eksekutor terus berupaya mencari Silfester di lapangan. Pihak Kejagung juga mengimbau agar pengacara Silfester ikut berperan aktif menghadirkan kliennya, mengingat posisi mereka sebagai bagian dari sistem penegakan hukum. “Upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Silfester tidak akan menunda proses eksekusi,” tegas Anang, sembari menambahkan bahwa kehadiran langsung terpidana merupakan syarat mutlak dalam proses PK.

Kendati demikian, Kejagung belum menetapkan Silfester sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO). Menurut Anang, kewenangan tersebut berada di tangan jaksa eksekutor Kejari Jakarta Selatan, yang kini tengah melakukan langkah-langkah hukum lanjutan untuk memastikan eksekusi dapat terlaksana. Kasus ini bermula dari putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2019 yang menyatakan Silfester bersalah menyebarkan fitnah terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Putusan itu diperkuat hingga tingkat kasasi.

Presiden Prabowo Subianto menegaskan agar penegakan hukum di Indonesia tidak boleh tumpul ke atas. Ia mengingatkan agar Kejagung tidak terlihat seolah kalah kekuatan dalam menghadapi kasus apa pun, termasuk yang melibatkan tokoh publik. Prabowo menilai, supremasi hukum hanya akan bermakna jika diterapkan secara setara tanpa pandang bulu. Senada dengan hal tersebut, sudah harusnya Kejagung bisa bertindak cepat mengambil sikap hukum terhadap Silfester.

Secara lebih luas, kasus Silfester Matutina mencerminkan tantangan klasik dalam sistem penegakan hukum Indonesia—yakni lemahnya koordinasi antarinstansi dalam eksekusi putusan yang sudah inkracht. Pengamat hukum menilai, lambannya proses eksekusi dapat menggerus kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum. Transparansi dan keberanian bertindak menjadi kunci agar hukum benar-benar menjadi panglima, bukan sekadar slogan. (Ls*/)

 

 

Exit mobile version