JAKARTA — Laporan kalangan masyarakat terkait pemberitaan di media cetak dan online sepanjang tahun 2021 mengalami peningkatan. Pihak Dewan Pers pun mencatat telah menerima 620 aduan terkait pemberitaan dilakukan media pada 2021 lalu.
“Jumlahnya naik dibandingkan sebelumnya ada 527 kasus di tahun 2020. Ini naik karena satu pihak bisa melaporkan 10 media. Dan pelapor juga mengadukan kurang lebih 3 berita dalam satu media,” kata Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers, Arif Zulkifli dalam sebuah diskusi Media pada Rabu (2/2/2022).
Dia menambahkan, dari sekian banyak laporan kepada Dewan Pers, paling banyak melanggar Pasal 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. “Seputar judul yang dianggap menghakimi, wartawan yang tidak melakukan konfirmasi, dan tidak menguji lagi hasil konfirmasi,” ujarnya.
Arif pun mengaku telah meminta klarifikasi kepada pihak-pihak yang dinilai melanggar tersebut. Kepada Dewan Pers, mereka mengakui kesalahannya.Pertanyaannya, kenapa bukan berkurang dan malah bertambah banyak. Arif mengambil kesimpulan, rata-rata media mengedepankan bisnis. “Pada ingin cepat mengejar traffic akibatnya ya seperti itu,” kata dia.
Sementara itu, Ketua Komisi Pendidikan, Pelatihan dan Pengembangan Profesi Pers, Jamalul Insan menerangkan, ada saja yang tak puas mendengar keputusan dari dewan pers. Namun, pihaknya berusaha memberikan penjelasan.
“Banyak yang tidak paham mereka maunya dihukum badan sementara yang harus dipahami, Dewan pers hanya memberikan sanksi etik seperti memuat hak jawab, memuat berita ulang, atau menyampaikan permohonan maaf,” ucap dia.
Tak ayal, banyak pihak meneruskan ke jalur lain untuk menyelesaikan persoalan. Namun, Dewan Pers sebelumnya telah mengantisipasi hal itu. Jamalul menyebut, ada MoU antara Dewan Pers dengan kepolisian. Dalam beberapa kasus, MoU berjalan dengan baik.
“Jadi MoU kalau ada laporan yang menyangkut jurnalistik agar ditangani di dewan pers telebih dahulu,” ucap dia. (***/Khusus)