JAKARTA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DKI Jakarta mendapati kelebihan pembayaran pada empat paket pengadaan mobil pemadam kebakaran senilai Ro 6,52 miliar. Temuan BPK membuat heboh publik, namun sejumlah anggota DPRD DKI Jakarta mengaku tak heran. Pasalnya, selama ini Gubernur Anies Baswedan memang tidak transparan dalam pengelolaan keuangan daerah.
Namun walau tak heran, sejumlah fraksi DPRD mengaku geram karena hal itu bisa terjadi lebih disebabkan kecerobohan Gubernur Anies Baswedan. Kecaman itu salah satunya datang dari Anggota Komisi A DPRD Jakarta dari Fraksi PSI August Hamonangan.
Ia mengatakan Anies dan jajaran Pemprov DKI memang tidak pernah transparan terhadap pengelolaan anggaran. “Pemprov DKI sangat ceroboh dan tidak transparan dalam mengelola uang rakyat. Tidak heran masih ditemukan anggaran janggal dan kemahalan seperti mobil pemadam ini,” jelas August kepada wartawan, Rabu (14/4/2021).
Dia pun menyayangkan adanya kelebihan pembayaran sampai Rp 6,5 miliar ini. Menurutnya dana sebesar itu seharusnya bisa dipakai untuk keperluan lainnya. “Selisih miliaran rupiah ini harusnya bisa membiayai hidran mandiri yang lebih bermanfaat untuk warga,” ujarnya.
Tak hanya itu, August menilai Pemprov DKI juga gagal menyusun prioritas anggaran. Sebab pembelian robot pemadam kebakaran mahal yang sulit digunakan dinilai bukan prioritas sesungguhnya untuk mengatasi kebakaran di Jakarta.
Gubernur idealnya mengutamakan pengadaan hidran mandiri dan pelatihan SKKL atau sukarelawan pencegah kebakaran yang lebih dibutuhkan. “Untuk peristiwa kebakaran kecepatan menjadi kunci utama, semakin cepat api dipadamkan, semakin minimal resiko dapat ditekan,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Fraksi PDI Perjuangan yang terkenal vokal, Gembong Warsono, menilai kelebihan pembayaran proyek damkar karena perencanaan tak matang. “Dalam konteks ini perencanaan yang jelek, perencanaan yang tidak matang. Hasilnya apa? Hasilnya seperti rekomendasi BPK itu,” katanya.
Menurut Gembong, kekurangan perencanaan dialami oleh semua satuan kerja perangkat daerah (SKPD) DKI, padahal menurut dia perencanaan menjadi kunci utama untuk melakukan proses pembangunan dengan benar. “Itu merata di semua SKPD,” ujarnya.
Gembong mengklaim Komisi A telah membahas kelebihan bayar ini pada 2020 sebelum pembahasan APBD DKI 2021. Komisi A, juga kerap meminta Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) DKI untuk memberikan diklat perencanaan kepada SKPD. “Kalau setiap SKPD mempunyai perencanaan yang baik, Insya Allah kasus seperti ini tidak akan terjadi,” urainya.
Dalam kaitan itu, Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengaku telah memerintahkan Inspektorat DKI untuk melakukan pengecekan mengenai kelebihan bayar empat paket alat Damkar pada 2019.
Riza menyebut Inspektorat DKI juga telah meminta keterangan dari Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta soal kelebihan bayar tersebut. “Hasilnya nanti akan disampaikan oleh inspektorat dan dinas terkait,” kata Riza di Balai Kota Jakarta
Riza juga menegaskan bahwa dirinya akan mengikuti semua ketentuan dan peraturan, termasuk jika ada kelebihan bayar dari suatu proyek yang disebutnya akan dikembalikan ke kas negara.
Seperti diberitakan, dari hasil audit BPK pada 2019 menunjukkan, kelebihan bayar oleh Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) DKI mencapai Rp6,52 miliar. BPK mendapati nilai kontrak paket pengadaan lebih besar ketimbang harga riil. (CP/Louis)