Kabarindo24jam.com | Jakarta – Sorotan terhadap Kejaksaan Agung kembali mencuat setelah hanya memberikan sanksi ringan berupa mutasi kepada mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Barat, Iwan Ginting, yang diduga menerima uang Rp500 juta dari hasil penyelewengan uang barang bukti. Sanksi ringan itu itu seketika menuai kritik dan menjadi polemik.
Politikus PDIP, Mohamad Guntur Romli, menilai keputusan itu mencerminkan ketimpangan perlakuan hukum di institusi penegak hukum sendiri. “Ini jaksa disebut-sebut terima duit cuma dimutasi, Tom Lembong dan Nadiem Makarim yang nggak terima duit malah langsung ditahan,” tulis Guntur Romli dalam akun sosial medianya dikutip pada Senin (6/10/2025).
Menurut Guntur, kasus ini memperlihatkan bahwa sanksi hukum seolah “tumpul ke dalam, tajam ke luar”. Ia pun menilai Kejaksaan Agung terkesan melindungi pejabatnya sendiri meskipun kasus dugaan gratifikasi yang menyeret nama Iwan Ginting cukup serius. “Kalau begini, bagaimana publik bisa percaya bahwa hukum ditegakkan tanpa pandang bulu?” cetusnya.
Diketahui, kasus ini bermula dari dugaan penyelewengan uang hasil penjualan barang bukti di Kejaksaan Negeri Jakarta Barat oleh mantan anak buah Iwan, yakni Jaksa Azam Akhmad Akhsya. Dalam penyidikan internal, nama Iwan Ginting ikut disebut sebagai penerima uang hingga Rp500 juta. Meski demikian, hasil pemeriksaan dari Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) hanya menjatuhkan sanksi administratif.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, membenarkan bahwa Iwan telah dicopot dari jabatannya dan dibebastugaskan dari status jaksanya selama satu tahun. “Benar, sudah dicopot dari jabatan dan dari status jaksanya. Setelah itu akan ditempatkan di bagian tata usaha,” ujar Anang kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Guntur Romli menyebut, jika penegakan hukum masih memiliki standar ganda, maka kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum akan terus menurun. “Sanksi administratif bukan jawaban bagi pelanggaran serius yang menyangkut uang rakyat,” ujarnya.
Terkait kasus jaksa ini, sejumlah pengamat hukum mendesak agar Kejaksaan Agung membuka hasil investigasi secara transparan untuk menjaga integritas lembaga dan memastikan tidak ada impunitas bagi aparat penegak hukum.
Pegiat media sosial, Yusuf Dumdum, mengkritisi keputusan Kejaksaan Agung yang hanya memberikan sanksi mutasi terhadap Jaksa Iwan Ginting. “Iwan Ginting diduga menerima uang Rp500 juta hasil dari barang bukti yang ditilap Azam,” ujar Yusuf di X @yusuf_dumdum, dikutip pada Senin (6/10).
Ia kemudian membandingkan kasus tersebut dengan perkara nenek Asyani, yang pernah dijatuhi hukuman penjara satu tahun dengan masa percobaan 15 bulan serta denda Rp500 juta. Asiani dihukum karena mencuri beberapa batang kayu milik Perhutani.
“Jadi ingat kasus nenek Asyani, dijatuhi hukuman penjara satu tahun dengan masa percobaan 15 bulan dan denda Rp500 juta, hanya karena mencuri beberapa batang kayu,” tandasnya.
Yusuf bilang, keputusan Kejagung tidak mencerminkan rasa keadilan di tengah masyarakat. “Sementara oknum kejaksaan yang menerima Rp500 juta dari penilapan barang bukti oleh anak buahnya cuma dimutasi. Hukum macam apa ini, Kejaksaan RI?,” sindirnya.
Diketahui, Nenek Asyani merupakan seorang wanita 63 tahun dari Situbondo, Jawa Timur, yang menjadi sorotan publik pada 2015 lalu. Ia dituduh mencuri tujuh batang kayu jati milik Perhutani, padahal ia bersikeras kayu tersebut merupakan miliknya sendiri yang diperoleh dari lahan peninggalan almarhum suaminya. (Cky/*)