Rabu, 6 Desember 2023

Pelaku Kejahatan Ekonomi Wajib Dijerat Pasal TPPU 

JAKARTA — Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) memastikan solid dan satu misi dalam merespon dan menangani kasus kejahatan ekonomi yang berpotensi besar membahayakan sistem keuangan dan perekonomian nasional atau yang memberikan dampak buruk terhadap kehidupan masyarakat luas.

Oleh karena itu, Kepala PPATK Dian Ediana Rae dan Kapolri Jendral Pol Listyo Sigit Prabowo menyepakati penerapan atau pengenaan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap para pelaku kasus kejahatan ekonomi yang meliputi tindak pidana narkotika, korupsi dan kasus  keuangan perbankan.

“PPATK dan Polri akan menerapkan pasal TPPU kepada setiap pelaku kejahatan ekonomi. Hal ini merupakan upaya meningkatkan pemulihan aset negara, menimbulkan efek jera, dan pencegahan terhadap pelaku atau calon pelaku tindak pidana perekonomian,” kata Dian dalam keterangan tertulisnya, Jumat (19/2/2021)

Kepala PPATK dan Kepala Polri bertemu di Jakarta pada Kamis (18/2), dalam rangka optimalisasi pencegahan dan pemberantasan TPPU serta tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT). Kedua petinggi lembaga penegak hukum tersebut mengambil langkah strategis dan koordinatif dalam meningkatkan efektivitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana perekonomian.

Tindak pidana yang menjadi perhatian khusus saat ini, jelas Dian, ialah tindak pidana berisiko tinggi dan tindak pidana lainnya yang dianggap membahayakan perekonomian dan sistem keuangan nasional. Hal ini meliputi tindak pidana narkotika, korupsi, dan tindak pidana di bidang keuangan.

Terkait narkotika, Dian memandang kasusnya tergolong sangat tinggi di Indonesia. Sehingga penanganan lebih terkoordinasi amat diperlukan. “Kejahatan narkotika merupakan kejahatan transnasional dengan melibatkan berbagai yurisdiksi sehingga memerlukan koordinasi lintas negara yang semakin baik,” ungkapnya.

Baca Juga :  Gubernur, Walikota dan Bupati Berhati-Hatilah! Modus Korupsi Pemerintah Daerah sudah Dibidik KPK

Menurutnya lagi, PPATK telah menyampaikan beberapa hasil analisis dan pemeriksaan kepada Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Polri. Dia ingin kedua instansi itu lebih mengoptimalkan penerapan TPPU terhadap kasus penyalahgunaan narkoba.

Dian menambahkan bahwa PPATK, Polri, dan BNN akan berkoordinasi lebih lanjut mengenai penanganan pencucian uang atas kasus narkotika. Terkait optimalisasi pemulihan aset negara, PPATK pun mendorong Polri dan BNN melibatkan Kementerian Hukum dan HAM selaku central authority dalam menarik dana hasil kejahatan narkotika di luar negeri melalui skema mutual legal assistance (MLA).

“Pada tindak pidana korupsi, PPATK akan meningkatkan kerja sama dengan Polri, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kami akan fokus pada tindak lanjut dari hasil analisis (HA) dan hasil pemeriksaan (HP) dari PPATK,” jelas Dian.

PPATK dan Polri, tambahnya, juga sepakat membentuk gugus tugas khusus penanganan cepat kejahatan transnasional (transnational crime rapid response atau TNCR2). Kejahatan transnasional meliputi business email compromise (BEC), human trafficking, wildlife smuggling, romance/love scam, dan jual beli online.

Untuk pendanaan terorisme, PPATK, Polri, Densus 88, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Dirjen Imigrasi, dan Dirjen Bea Cukai sedang menyelesaikan pembangunan platform. Mereka menyiapkan sistem pertukaran informasi pendanaan terorisme (sipendar).

Sipendar tersebut akan digunakan untuk pencegahan dan pemberantasan tindak pidana terorisme secara lebih efektif dan terintegrasi. Peluncuran aplikasi sipendar ini direncanakan pada Agustus 2021.

“Diharapkan dengan mulai beroperasinya aplikasi sipendar akan mempercepat pertukaran informasi terkait pendanaan terorisme di antara pihak-pihak terkait di atas dengan stakeholders lainnya,” pungkas Dian. (***/CP)

Latest news

- Advertisement -spot_img

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini