Jumat, 9 Mei 2025

Polemik 75 Pegawai KPK Mengakibatkan Firli Dipolisikan Terkait Gratifikasi

JAKARTA — Kegaduhan akibat penolakan 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas hasil Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dalam rangka peralihan status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) melebar pada serangan kepada Ketua KPK Firli Bahuri yang dituduh telah menerima Gratifikasi.

Kamis (3/6/2021), lembaga non pemerintah Indonesian Corruption Watch (ICW) melaporkan Firli ke Bareskrim Polri terkait penerimaan gratifikasi saat melakukan perjalanan pribadi menggunakan helikopter ke Ogan Komering Ulu, Baturaja, pada 20 Juni 2020 lalu.

Pihak ICW datang ke Bareskrim Polri sekitar pukul 11.25 WIB dan terlihat tiga orang perwakilan dari ICW datang dengan membawa satu bundel berkas dengan sampul tulisan “Dugaan Penerimaan Gratifikasi oleh Firli Bahuri selaku Ketua KPK RI”.

Sebelumnya, Selasa 25 Mei 2021. ICW mewakili Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi mengirimkan surat permohonan kepada Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo perihal permintaan penarikan atau pemberhentian Ketua KPK Komjen Firli Bahuri sebagai anggota Polri,

Ada beberapa laporan atau kejadian terkait dengan Firli Bahuri yang disampaikan dalam surat permohonan itu, yakni pertama pada tahun 2020, ada kasus pengembalian paksa Kompol Rossa Purbobekti.

Laporan yang kedua ada kasus pelanggaran etik yang bersangkutan saat mengendarai helikopter mewah. Ketiga, menurut ICW, yang paling fatal terkait dengan tes wawasan kebangsaan yang mengakibatkan 75 pegawai KPK dinonaktifkan.

Baca Juga :  Kepala Baharkam Pastikan Keamanan World Super Bike di Kawasan Wisata Mandalika

Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah mengungkapkan kasus ini memang sempat telah ditangani oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Dalam sidang itu, Firli diduga tidak menyampaikan harga sewa penyewaan helikopter yang sesuai dengan harga aslinya.

Dalam sidang etik tersebut, Firli mengklaim menyewa helikopter tersebut seharga Rp 30,8 juta selama 4 jam menyewa helikopter itu ke PT Air Pasific Utama (APU). Namun informasi yang diterima ICW justru berbeda.

Menurutnya, harga sewa helikopter tersebut sejatinya Rp 39,1 juta perjam atau seharga Rp 172,3 juta selama 4 jam. Selisih pembayaran inilah yang diduga gratifikasi oleh Firli.

“Jadi, ketika kami selisihkan harga sewa barangnya ada sekitar Rp 141 juta sekian yang diduga itu merupakan dugaan penerimaan gratifikasi atau diskon diterima oleh Firli. Dan kami melakukan korespondensi juga dengan penyedia jasa heli tersebut,” ungkapnya.

Atas perbuatannya itu, pihak ICW menuding Firli Bahuri telah melanggar pasal 12 B undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (*/CP)

Latest news

- Advertisement -spot_img

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini