Kabarindo24jam.com | Jakarta – Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) bidang Kesehatan, Ribka Tjiptaning, melontarkan kritik keras terhadap realitas pelayanan BPJS Kesehatan di lapangan yang dinilainya kian berbelit-belit dan mempersulit hak pasien.
Ribka menegaskan, dalam konteks inilah pendamping pasien atau relawan kesehatan PDIP muncul sebagai “pahlawan kesehatan era modern” yang diperkuat dengan pengetahuan hukum untuk memastikan terpenuhinya hak konstitusional rakyat untuk sehat.
Pernyataan ini disampaikan Ribka dalam Seminar Pelatihan Relawan Kesehatan PDIP yang digelar di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta, Sabtu (8/11/2025).

Ribka menjelaskan, pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas relawan dalam mendampingi pasien yang menghadapi jalan buntu akibat persoalan birokrasi. Ia menekankan bahwa relawan PDIP harus mampu melawan birokrasi yang membatasi hak konstitusional rakyat.
“Mereka [Relawan] jago dengan undang-undang. Ketika dia berhadapan mentok—kita ini kan pendamping pasien—ketika hak-hak rakyat itu, hak pasien tidak dapat di rumah sakit,” jelas Ribka.
Ia memberikan contoh konkret yang sering dihadapi relawan, seperti ketika hak pasien BPJS Kesehatan dipersulit. “Misalnya, BPJS kok masih infus dia dibatalkan? Sebenarnya nggak boleh,” ujarnya, menggarisbawahi urgensi peran relawan.
Ribka menegaskan bahwa hak untuk sehat adalah hak konstitusional seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.
“Makanya, kita semua, rakyat berhak sehat, siapapun dari presiden sampai tukang sapu. Hak sehat itu sama, dan itu undang-undangnya ada. Di Undang-Undang Dasar ’45, Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 34, itu Undang-Undang Dasar ’45. Undang-Undang Kesehatan kan turunan dari UUD ’45, Undang-Undang BPJS juga itu,” paparnya.
Dalam paparannya, Ribka juga menyoroti sejarah lahirnya BPJS yang berawal dari keinginan untuk mewujudkan jaminan kesehatan semesta (universal coverage). Ia mengungkapkan, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sempat menandatangani Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
“Dulu kan ada Jamkesmas, Askes… Tapi kan mentok… Setelah beliau [Megawati] turun, harusnya satu tahun namanya SJSN-nya diimplementasikan. Tapi kan dicuekin,” ujar Ribka, menambahkan bahwa DPR kemudian membuat badan BPJS.
“BPJS itulah sebenarnya intinya, BPJS itu untuk memperkecil birokrasi kesehatan. Tapi kan sekarang yang di lapangan malah jadi berbelit-belit,” kritiknya.
Inilah inti dari pelatihan ini. Peran relawan sebagai pendamping pasien menjadi sangat penting ketika mereka menghadapi jalan buntu akibat persoalan birokrasi kesehatan.
Ribka juga menekankan pesan dari Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, kepada seluruh relawan:
“Kalau perintah Ibu Ketua Umum, ketika kita menolong orang, jangan lihat dia bukan tim kita, dia bukan orang partai kita. Oh, nolong orang tuh ya semua aja kita tolong. Nothing to lose dulu ya, kita toh nolong orang,” tuturnya.
Ia menyimpulkan, “Kebetulan kan ini dalam rangka Hari Pahlawan. Buat aku, pendamping pasien atau relawan kesehatan itu juga salah satu bentuk pahlawan kesehatan. Dia itu kan 24 jam, HP-nya harus standby. Orang sakit tengah malam, ya harus siap juga.”
Sementara itu, Ketua Umum Perkumpulan Perawat Sejawat Indonesia, Iwan Effendi, S.Kep., dalam paparan materinya menjelaskan soal mekanisme hukum yang bisa dilakukan oleh relawan kesehatan PDIP saat mendampingi pasien di Rumah Sakit.
“Rekam medis, proses dirawat, dipegang jangan dibuang. Ini penting untuk pasien. Dan Pasal 273 dan 274 dalam Undang-Undang Kesehatan (UU No. 17 Tahun 2023) mengatur hak dan kewajiban tenaga medis dan kesehatan. Ini para relawan harus paham juga soal ini,” jelas Iwan. (Ls*/)