Kabarindo24jam.com | Bogor – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor, Adityawarman Adil, menerima kedatangan Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) untuk berdialog seputar permasalahan di wilayah Kota Hujan ini. Para mahasiswa tersebut menyampaikan sejumlah persoalan masyarakat, khususnya pada bidang pendidikan dan kesehatan.
Dalam pertemuan di Kantor DPRD Kota Bogor, Selasa (23/9/2024), Wakil Ketua II PMII Kota Bogor, Fajril Miftahul Qirom, menyoroti masih banyaknya anak putus sekolah, terutama lulusan SMP akibat terbatasnya sekolah negeri tingkat SMA/SMK. Ia juga mempertanyakan program beasiswa yang tersedia bagi pelajar tidak mampu.
“Masih banyak anak putus sekolah. Terutama lulusan SMP karena jumlah sekolah SMA/SMK Negeri di Kota Bogor masih sedikit. Ada berapa sebenarnya beasiswa yang disalurkan oleh Dinas Pendidikan?” kata Fajril.
Selain itu, aktivis PMII juga menyoroti penonaktifan kepesertaan BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang ditanggung pemerintah. Menurutnya, kebijakan tersebut berdampak pada 18 ribu peserta, termasuk masyarakat kurang mampu. Fajril menambahkan, meski ditemukan peserta dari kalangan mampu yang ikut menerima, justru banyak masyarakat miskin yang haknya terputus.
Menanggapi hal tersebut, Adityawarman menyatakan apresiasi atas kepedulian mahasiswa terhadap persoalan masyarakat. “Saya bangga ada anak-anak muda yang tidak tinggal diam. Semoga ini bisa menginspirasi mahasiswa lain,” kata politisi Partai Keadilan Sejahtera ini.
Ia menjelaskan, Pemkot Bogor saat ini tengah membahas Peraturan Wali Kota yang mengatur bantuan biaya sekolah bagi siswa tidak mampu yang tidak diterima di SMP Negeri. “Direncanakan sebanyak 2.000 siswa akan mendapatkan bantuan tersebut,” jelasnya.
Adityawarman juga menegaskan, persoalan BPJS PBI merupakan kewenangan pemerintah pusat dengan dukungan pembiayaan dari provinsi dan kota. Menurutnya, Pemkot Bogor telah menyiapkan anggaran sekitar Rp60 miliar untuk mendukung program tersebut. “Kalau menemukan mereka yang berhak tapi BPJS-nya tidak aktif, bisa datang ke Dinas Sosial untuk reaktivasi,” jelasnya.
Di ujung dialog, aktivis PMII juga melaporkan adanya restoran di Kota Bogor mengenakan pajak restoran (PB1) sebesar 11 persen kepada konsumen. “Di Kota Bogor ada kafe dan restoran yang dalam struknya mengenakan PB1 sebesar 11 persen. Padahal aturannya hanya 10 persen,” ungkap Toni Al-Fajri dari Lembaga Bantuan Hukum PMII.
Toni mempertanyakan apakah pajak yang dipungut tersebut benar-benar disetorkan kepada pemerintah daerah. “Apakah pajak tersebut dilaporkan?” ujarnya.
Menanggapi hal itu, Adityawarman menyatakan DPRD sudah mendorong Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) untuk meningkatkan pengawasan pajak restoran secara real time. “Kebocoran pajak lambat laun harus diperbaiki,” tegasnya.
Adityawarman menambahkan, perekonomian Kota Bogor sangat bertumpu pada sektor hotel, restoran, dan kafe (horeka). “Kemampuan keuangan Kota Bogor pada sektor ini cukup tinggi. Namun omset di bawah Rp10 juta tidak dikenakan pajak,” imbuih Adityawarman. (Her/*)