Site icon Media Kabar Indonesia 24 Jam

Tenggelamnya Industri Media, Gelapnya Masa Depan Informasi

Kabarindo24jam,Jakarta – Indonesia sedang menghadapi krisis senyap di balik layar—gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di industri media sejak 2023 hingga Mei 2025. Di tengah euforia digital, ratusan jurnalis kehilangan pekerjaan. Apa yang dipertaruhkan? Bukan hanya nasib mereka, tapi juga hak publik atas informasi yang jernih dan terpercaya.

Perampingan besar-besaran ini bukan tanpa sebab. Diah Ayu Candraningrum, pakar komunikasi dari Universitas Tarumanagara, menyebut kebijakan efisiensi anggaran pemerintah sebagai salahsatu biang keladi. Ketika belanja media dan iklan layanan publik dipangkas, media kehabisan napas. Pendapatan menyusut, biaya operasional tergencet, dan PHK pun menjadi pilihan tak terelakkan.

Di sisi lain, kecerdasan buatan (AI) menyusup diam-diam ke ruang redaksi. Perlahan namun pasti, mesin menggantikan manusia. Jurnalis digeser oleh algoritma, konten dikejar demi klik, dan idealisme ditukar viralitas. Media sosial bukan lagi sekadar platform, tapi medan pertempuran. Siapa menguasai algoritma, dialah pemenangnya.

Namun, kemenangan ini bertanda tanya besar. Diah memperingatkan, hilangnya jurnalis senior berarti hilangnya etika dan integritas jurnalistik. Publik tak lagi disuguhi laporan berimbang, melainkan konten sensasional hasil tarian dadakan atau kabar bombastis. Informasi sahih makin langka, tergantikan oleh sorakan viral.

Lalu, ke mana peran pemerintah? Sayangnya, diam. Padahal ini bukan sekadar isu ketenagakerjaan, melainkan ancaman terhadap fondasi demokrasi. Tanpa media independen, siapa yang mengawasi kekuasaan? Bagaimana jurnalis bisa menjadi watchdog (pengawas) jika hidupnya sendiri tak pasti?

Kondisi ini makin memperkuat cengkeraman raksasa digital global seperti Google, TikTok, dan YouTube. Mereka bukan cuma distributor konten, tapi juga produsen informasi utama masyarakat. Kapitalisme digital menggerus media lokal, pelan tapi pasti.

Yang paling dirugikan? Publik. Tanpa jurnalisme profesional, ruang publik dijejali hoaks dan disinformasi. Literasi digital rendah, tapi banjir informasi tak terbendung dan tanpa filter. Dalam kekacauan ini, kepercayaan publik pun ikut tenggelam.

Diah menyerukan langkah konkret yaitu perlindungan industri media tanpa intervensi politik, dukungan transformasi digital media lokal, serta penguatan literasi digital masyarakat. Jika tidak, kita hanya tinggal menunggu waktu hingga berita berubah menjadi sekadar hiburan viral.

Exit mobile version