Site icon Kabarindo24jam.com

Trump Puji Coca-Cola Pakai Gula Tebu, Ahli Bilang Tetap Berisiko

Kabarindo24jam.com |  USA – Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menarik perhatian publik, kali ini lewat pernyataannya mengenai Coca-Cola. Melalui unggahan di media sosial, Trump menyampaikan apresiasinya terhadap rencana produsen minuman ringan tersebut untuk menggunakan gula tebu dalam produk yang biasa dijual di pasar AS.

“Ini akan menjadi langkah yang sangat baik dari mereka. Anda akan lihat nanti. Ini jauh lebih baik,” tulis Trump sebagaimana dikutip dari Health, Sabtu (19/7).

Trump menyebut kebijakan baru ini sebagai langkah positif yang layak diapresiasi. Namun hingga kini, Coca-Cola sendiri belum memberikan konfirmasi resmi terkait perubahan tersebut. Meskipun demikian, pernyataan ini memicu diskusi di kalangan ahli gizi dan kesehatan.

Selama ini, Coca-Cola yang beredar di Amerika menggunakan pemanis buatan dari sirup jagung fruktosa tinggi (high fructose corn syrup). Pemanis ini merupakan bentuk gula rafinasi yang telah diproses dari sumber alami hingga hanya menyisakan kandungan gula murni, tanpa nutrisi lainnya.

Pada awal kemunculannya di tahun 1980-an, Coca-Cola memang dibuat dengan menggunakan gula tebu. Namun karena alasan efisiensi biaya, perusahaan kemudian beralih ke sirup jagung. Berbeda dengan di AS, sejumlah negara seperti Meksiko masih mempertahankan penggunaan gula tebu, terutama pada produk yang dikemas dalam botol kaca.

Menanggapi kabar tersebut, CEO NY Nutrition Group, Lisa Moskovitz, RD, CDN, menjelaskan bahwa meskipun berasal dari tanaman, gula tebu tetap tergolong sebagai gula rafinasi.

“Gula tebu di permukaan mungkin tampak lebih sehat karena alami, tetapi efek berhenti di situ,” ujarnya.

Sementara itu, Juru Bicara Academy of Nutrition and Dietetics, Caroline Susie, RDN, LD, menegaskan bahwa tubuh tidak membedakan jenis gula berdasarkan sumbernya.

“Tubuh hanya memahami bahwa itu gula yang harus dicerna,” jelasnya.

Ia juga mengingatkan bahwa konsumsi gula olahan secara berlebihan berpotensi menimbulkan sejumlah risiko kesehatan serius, seperti kenaikan berat badan, diabetes tipe 2, penyakit jantung, hingga fatty liver (penyakit hati berlemak).

Para ahli sepakat bahwa konsumsi soda, meski mengandung gula alami seperti tebu, sebaiknya tetap dibatasi. Mengonsumsinya sesekali dianggap masih dapat ditoleransi, namun bukan untuk dikonsumsi harian.

“Bahkan soda diet yang tidak mengandung gula maupun kalori, tetap bukan pilihan utama. Air putih dan teh tanpa gula jauh lebih disarankan untuk kebutuhan hidrasi,” tambah Susie.

Meski ucapan Trump bernada optimistis, para pakar tetap menegaskan pentingnya edukasi gizi dan kebiasaan konsumsi yang sehat bagi masyarakat luas. Mengganti pemanis bukanlah solusi tunggal jika tidak dibarengi dengan perubahan pola hidup secara keseluruhan.

 

Exit mobile version