Kabarindo24jam.com | Jakarta –
Wakil Gubernur (Wagub) Riau SF yang kini ditunjuk menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur usai Gubernur Abdul Wahid ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), SF Haryanto, membantah keras tudingan kepada dirinya disebut menjadi saksi pelapor terkait kasus dugaan korupsi terkait pemerasan yang dilakukan atasannya itu.
Hariyanto pun mengaku bingung dengan tuduhan tersebut. Dia menegaskan bahwa dirinya tidak tahu sebenarnya kasus itu meski ia tahu saat Abdul Wahid ditangkap petugas KPK. “Saya bersumpah, saksi pelapor apa? Itu di sana semua anak buah saya, apa mungkin saya masukkan semua ke penjara. Saya tak ada melapor-lapor, jadi saya katakan itu fitnah,” kata Hariyanto dalam pernyataannya yang dikutip pada Jumat (6/11/2025).
Dia mengakui memang mengetahui adanya penangkapan Abdul Wahid karena dirinya memang bersama yang bersangkutan. “Memang saat itu, kebetulan, saya bersama Abdul Wahid dan Bupati Siak Afni Zulkifli duduk bersama di kafe yang jadi lokasi penangkapan Abdul Wahid, tetapi saya hanya tahu ramai ada orang di luar dan setelah itu pun langsung pulang,” jelas dia.
“Kami lagi ngopi lalu pada ramai tamu di luar jadi memang Wagub tahu kami di dalam kafe belakang. Ada Bupati Siak, saya lihat keluar sudah ramai. Saya dengan gubernur dan ibu Bupati Siak dan Faisal berempat ngopi, tahu-tahu ketangkap. Kalau tahu gitu nggak ke situ saya. Setelah ramai saya pulang, barang itu datang ke situ, saya kabur juga nanti saya diangkut pula,” tambah Hariyanto.
Meski demikian, Wagub Hariyanto berharap semoga gubernur dilancarkan dipermudah dan diringankan bebannya. Dia pun memastikan roda pemerintahan dan pelayanan publik tetap berjalan. “Saya ada, Sekretaris Daerah ada, Asisten I II dan III, semua perangkat daerah siap, tak ada satupun lumpuh dan tidak bekerja,” ujarnya.
Adapun KPK, telah menyangkakan pasal untuk Gubernur Riau Abdul Wahid beserta 2 tersangka lainnya terkait dengan gratifikasi dan pemerasan, bukan pasal suap. Gubernur yang memiliki jabatan tertinggi dalam struktur pemerintah provinsi, justru disalahgunakan untuk memperoleh uang dari anak buahnya.
“Kenapa bukan suap ini kan sudah dijelaskan tadi bahwa ada permintaan gubernur. Jadi kalau pemerasan itu yang aktif ini adalah pejabatnya. Orang yang punya peran, orang yang punya jabatan tertentu yang kemudian bisa dimanfaatkan jabatan itu sehingga kemudian dia bisa meminta sesuatu,” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, dikutip Kamis (6/11/2025).
Tanak menambahkan, permintaan dari gubernur disertai ancaman berupa pencopotan jabatan bagi pejabat yang tidak mematuhi perkataannya. Menurutnya, jika seseorang tidak memiliki kekuasaan, maka tidak mungkin melakukan hal tersebut. “Karena yang aktif adalah gubernur meminta berarti ini pemerasan. Kalau nyuap orang yang tidak berkuasa memberikan sesuatu kepada penguasa,” ujar Tanak.
Dalam kasus pemerasan yang menjerat Gubernur Riau ini, pada Rabu (5/11/2025), KPK menetapkan tiga tersangka karena diduga melakukan pemerasan di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau.
“KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka, saudara AW selaku Gubernur Riau; saudara MAS (M. Arief Setiawan) selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau; dan saudara DAN (Dani M. Nursalam) selaku Tenaga Ahli Gubernur Provinsi Riau,” kata Johanis Tanak saat konferensi pers, Rabu (5/11/2025).
Para tersangka disangkakan telah melanggar ketentuan dalam pasal 12e dan/atau pasal 12f dan/atau pasal 12B UU Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Cky/*)
Wakil Gubernur Bantah Dirinya Jadi Saksi Pelapor Kasus Korupsi Gubernur Riau

Oplus_131072
