Kabarindo24jam.com | PANGKALPINANG — Tahun 2025 belum sepenuhnya lepas dari euforia politik. Sebanyak 24 daerah di Indonesia dipastikan akan menggelar Pemungutan Suara Ulang (PSU) dan Pilkada ulang pada Agustus mendatang. Kepastian ini disampaikan Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Ribka Haluk dalam rapat koordinasi di Pangkalpinang, Jumat (20/6).
“PSU dan Pilkada ulang ini sepenuhnya tanggung jawab pemerintah daerah,” tegas Ribka dalam pernyataan resminya.
Langkah ini diambil menyusul berbagai dinamika di sejumlah daerah yang menyebabkan hasil Pilkada 2024 tidak bisa ditetapkan secara final. Baik karena sengketa hukum, pelanggaran prosedural, hingga kendala teknis lainnya.
Dari Papua Hingga Pangkalpinang
Rangkaian PSU dan Pilkada ulang ini tak hanya terjadi di kabupaten dan kota, tapi juga menyasar satu provinsi—yakni Provinsi Papua. Di tingkat kabupaten, ada 20 wilayah yang harus kembali menggelar pencoblosan, termasuk daerah seperti Pasaman, Mahakam Ulu, Boven Digoel, hingga Mandailing Natal dan Puncak Jaya. Sementara untuk level kota, Banjarbaru, Palopo, dan Pangkalpinang turut masuk daftar.
Untuk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sendiri, dua wilayah dipastikan mengulang kontestasi politik yaitu Kota Pangkalpinang dan Kabupaten Bangka. Wamendagri bahkan secara khusus datang memimpin rakor di Pangkalpinang sebagai bagian dari pengawalan kesiapan teknis dan koordinatif.
“Saya berharap staf ahli Gubernur Kepulauan Babel yang hadir di sini bisa menyampaikan hasil rakor ini kepada kepala daerah, agar PSU dan Pilkada ulang bisa berlangsung sukses,” kata Ribka.
Pemerintah menargetkan semua tahapan PSU dan Pilkada ulang rampung dalam tahun 2025. Alasannya jelas, agar di awal 2026, seluruh provinsi, kabupaten, dan kota di Indonesia sudah memiliki kepala daerah definitif.
“Pilkada ulang ini bukan sekadar rutinitas demokrasi. Ini adalah upaya untuk menjaga legitimasi pemerintahan di daerah. Jangan sampai ada kekosongan kepemimpinan yang berlarut-larut,” ujar Ribka.
Meski bukan hal baru dalam praktik demokrasi Indonesia, pelaksanaan PSU tetap menantang. Faktor logistik, keamanan, serta kepercayaan publik menjadi perhatian utama. Pemerintah daerah diminta untuk aktif mengawal proses ini bersama KPU dan Bawaslu setempat.
Bagi banyak daerah, PSU dan Pilkada ulang bisa menjadi peluang untuk memperbaiki proses demokrasi yang sempat cacat. Namun bagi sebagian lainnya, ini juga bisa menjadi beban politik dan finansial. Tak sedikit pihak menyoroti biaya besar yang kembali harus dikeluarkan negara hanya untuk mengulang proses yang seharusnya tuntas di 2024.
Namun, di balik itu, pemerintah menegaskan pentingnya proses yang bersih, adil, dan demokratis. “Karena dari situlah, kepercayaan publik pada sistem kita bisa terus hidup,” pungkas Ribka.(Man*/)