Kabarindo24jamcom | NTT – Labuan Bajo. Nama itu kini sering terdengar tak hanya di telinga para wisatawan lokal, tapi juga mancanegara. Kota kecil di ujung barat Pulau Flores ini punya segalanya — laut biru sebening kaca, gugusan pulau eksotis, hingga matahari terbenam yang membuat siapa pun terpaku. Tapi di balik keindahannya yang menawan, ada satu hal yang terus menjadi catatan: tata kelola pariwisata yang belum sepenuhnya teratur.
Gubernur Nusa Tenggara Timur, Viktor Bungtilu Laiskodat, belum lama ini kembali mengingatkan bahwa keindahan saja tak cukup. Labuan Bajo sedang menuju status sebagai destinasi wisata premium — bahkan sudah disebut-sebut sebagai “Bali kedua.” Tapi untuk sampai ke sana, cara mengelolanya juga harus naik kelas.
“Jangan hanya bicara potensi. Kita harus bicara sistem,” ujar Viktor dengan nada tegas. Menurutnya, masih banyak celah yang perlu diperbaiki. Mulai dari koordinasi antar-lembaga, pelibatan masyarakat lokal, hingga jaminan bahwa pertumbuhan pariwisata tidak menyingkirkan nilai-nilai lingkungan dan budaya.
Ia mencontohkan,7 banyak proyek pembangunan yang berjalan sendiri-sendiri. Padahal, jika Labuan Bajo ingin benar-benar menjadi destinasi unggulan, semua pihak harus jalan bareng — pemerintah pusat, daerah, swasta, dan tentu saja warga lokal yang menjadi jantung kehidupan di sana.
Namun, bukan berarti Labuan Bajo tidak sedang berbenah. Infrastruktur mulai terlihat. Bandara Komodo diperluas, jalan diperhalus, dan fasilitas pendukung terus bertambah. Tapi, pembenahan ini tak boleh hanya berhenti di fisik. Tata kelola adalah soal arah, visi, dan niat membangun bersama.
“Yang kita butuhkan bukan hanya investor besar, tapi kebijakan yang bijak,” tambah Viktor.
Kini, Labuan Bajo berdiri di simpang jalan. Ia bisa melesat menjadi primadona wisata dunia, atau justru kehilangan pesonanya jika dikelola asal-asalan. Tapi satu hal yang memang mendesak, bahwa surga yang sudah ada ini hanya butuh sentuhan yang lebih rapi — dan hati yang mau menjaga.