Kabarindo24jam.com | Bogor – Kejaksaan Agung (Kejagung) berkomitmen untuk mengawal program revitalisasi satuan Pendidikan atau pembangunan sekolah yang dicanangkan pemerintah. Hal ini terbukti dari adanya laporan dugaan tindak pidana korupsi yang sedang ditangani, salah satunya di Dinas Pendidikan Kabupaten Garut dan kasus lain di Kabupaten Musi Banyuasin.
Menurut Koordinator Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Direktorat IV Kejaksaan Agung RI, Waito Wongateleng, pihaknya telah menerima laporan mengenai permintaan dana sebesar 15% dari setiap lembaga penerima bantuan pemerintah di Dinas Pendidikan Garut.
Selain itu, ada juga laporan terkait bantuan revitalisasi Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang dilakukan oleh oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) di Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selaman.
“Kejaksaan Agung dan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah melalui Dirjen PAUD Dikdasmen telah menjalin kerja sama melalui MoU untuk bersinergi dan berkolaborasi mengawal program ini,” ujar Waito dalam keterangannya yang dikutip pada Minggu (24/8/2025).
“Jadi jika Bapak dan Ibu di sekolah menemukan adanya pungutan liar, oknum yang menggangu program revitalisasi jangan ragu datang ke kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) yang ada di daerah masing-masing untuk mohon bantuan dan advokasi,” sambung Waito seraya menjelaskan tindak pidana korupsi yang merugikan negara dapat menimbulkan berbagai dampak negatif.
Dampak ini antara lain proyek pembangunan sekolah yang terbengkalai, rendahnya kualitas bangunan, menurunnya kepercayaan publik, serta persaingan usaha yang tidak sehat. “Modus korupsi dalam proyek pembangunan sekolah sering kali terjadi di berbagai tahapan, mulai dari perencanaan, penganggaran, pembelanjaan, pelaksanaan, hingga pemeliharaan,” paparnya.
Adapun sanksi untuk pelaku tindak pidana korupsi diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Sanksi tersebut dapat berupa Hukuman Hukuman penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, atau seumur hidup, tergantung pada jenis tindak pidana yang dilakukan.
Kemudian denda minimal sebesar Rp200 juta dan maksimal sebesar Rp1 miliar plus hukuman tambahan berupa Pencabutan hak-hak tertentu, seperti hak untuk menduduki jabatan publik, Penyitaan aset hasil korupsi dam Kewajiban membayar uang pengganti sejumlah kerugian negara yang ditimbulkan.
“Hukuman yang berat ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan mengembalikan kerugian negara akibat perbuatan korupsi,” ucap Waito seraya menyebutkan bahwa korupsi bukan hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga mengancam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ia pun berharap pemahaman yang lebih luas tentang definisi dan jenis korupsi dapat meningkatkan partisipasi publik dalam upaya pencegahan dan pemberantasannya. “Kepada Kepala Sekolah yang mendapatkan kasus pemerasan, pungutan liar serta upaya dari sejumlah oknum yang dapat menimbulkan kejahatan korupsi jangan takut untuk melapor ke Kantor Kejaksaan Negeri,” tegasnya. (Cky/*)