Kamis, 13 November 2025

Tersangka Kasus Pemerasan dan Ditahan KPK, Gubernur Riau Segera Dinonaktifkan

Kabarindo24jam.com | Jakarta – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyatakan Gubernur Riau Abdul Wahid yang terciduk dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Senin (3/11/2025) akan dinonaktifkan. Penonaktifan kepala daerah sudah diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“UU mengatakan kalau kepala daerah menghadapi masalah hukum, khususnya kasus korupsi, dan kemudian ditahan, maka dia dinonaktifkan. Tapi kalau nggak ditahan akan jalan terus jabatannya,” kata Mendagri Tito dalam pernyataan persnya yang dikutip, Kamis (6/11/2025).

Purnawirawan Jenderal bintang empat polisi yang menjabat Kapolri sebelum pensiun ini mengaku sangat menghormati proses hukum yang masih dilakukan penyidik KPK. Tito juga menyebut kemungkinan pergantian kepala daerah tersebut dengan wakilnya sebagai Pelaksana tugas (Plt).

Sebelumnya, KPK telah menetapkan Abdul Wahid sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau tahun anggaran 2025. Abdul ditetapkan bersama kedua orang lainnya yaitu Kepala Dinas PUPR-PKPP Muhammad Arief Setiawan (MAS) dan Tenaga Ahli Gubernur Riau Abdul Wahid, Dani M. Nursalam (DAN).

“Setelah dilakukan pemeriksaan intensif pada tahap penyelidikan dan telah ditemukan unsur dugaan peristiwa pidananya, maka perkara ini naik ke tahap penyidikan, yang kemudian setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan 3 (tiga) orang sebagai tersangka,” ujar Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (5/11/2025).

Selanjutnya, tiga tersangka tersebut akan dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama yang terhitung sejak hari Selasa, 4 November 2025 sampai dengan 23 November 2025. “Terhadap Saudara AW ditahan di Rutan Gedung ACLC KPK. Sementara terhadap Saudara DAN serta Saudara MAS ditahan di Rutan Gedung Merah Putih KPK,” kata Tanak.

Johanis Tanak juga mengungkap penyebab Gubernur Riau diciduk oleh personil KPK, yaitu karena adanya permintaan fee sebesar Rp7 miliar atau 5 persen dari total nilai proyek oleh Gubernur Abdul Wahid, kepada para Kepala unit pelaksana teknis (UPT) Dinas PUPR PKPP.

Fee tersebut diminta lewat Kepala Dinas PUPR Riau, Arief Setiawan. “Saudara MAS (Arief) yang merepresentasikan Saudara AW (Abdul), meminta fee sebesar 5% (Rp7 miliar),” ujar Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (5/11/2025).

Menurut Tanak, Kepala UPT diancam dimutasi dan dicopot dari jabatan apabila tak menuruti perintah Abdul Wahid. “Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah “jatah preman”,” kata Tanak.

Pemberian fee itu menggunakan bahasa kode ‘7 batang’. Uang Rp7 miliar itu diberikan sebanyak tiga kali pada rentang Juni-November 2025. Antara lain, Juni 2025: Rp1,6 miliar terkumpul, Rp1 miliar dialirkan ke Gubernur lewat Dani M Nursalam

Kemudian, Agustus 2025: Rp1,2 miliar dikumpulkan, digunakan untuk berbagai keperluan internal. Lalu, November 2025: Rp1,25 miliar terkumpul, Rp 800 juta diduga diberikan langsung ke Gubernur “Total penyerahan pada Juni-November 2025 mencapai Rp4,05 miliar dari kesepakatan awal sebesar Rp7 miliar,” pungkas Tanak. (Cky/*)

redaksi
redaksihttps://kabarindo24jam.com
Redaksi media Kabarindo24jam.com

Latest news

- Advertisement -spot_img

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini