Kabarindo24jam.com | Jakarta -Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mendapatkan somasi terbuka dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaharuan KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana). Koalisi masyarakat ini juga mendesak pemerintah dan parlemen menghentikan proses pengesahan Revisi Undang-Undang (RUU) KUHAP yang rencananya dibawa ke rapat paripurna DPR dalam pekan ini.
Wakil Ketua YLBHI Arif Maulana menyebut bahwa proses penyusunan revisi KUHAP sarat manipulasi dan tidak mencerminkan partisipasi bermakna warga negara. “Kami mengingatkan kepada DPR dan juga pemerintah untuk berhenti melakukan praktik manipulasi partisipasi bermakna warga negara,” ujarnya dalam jumpa pers di Jakarta, Minggu (16/11/2025).
“Kami juga melihat juga ada pencatutan-pencatutan nama masyarakat sipil dan juga ada kebohongan yang dilakukan oleh DPR RI yang mengatasnamakan masukan warga, padahal tidak demikian adanya,” sambung Arif.
Dia menilai proses legislasi dilakukan tanpa penjelasan memadai mengenai alasan dan pertimbangan pemerintah, serta DPR dalam menyusun pasal-pasal revisi KUHAP. “Kami mengingatkan sekali lagi kepada DPR dan juga pemerintah agar proses penyusunan legislasi, khususnya KUHAP, disusun untuk melindungi kepentingan warga negara. Bukan untuk melindungi kepentingan penguasa,” tuturnya.
Arif menyebut persoalan tersebut terjadi baik dari aspek formal maupun substansi. Dia menegaskan bahwa materi RUU KUHAP saat ini jauh dari semangat penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia. “Kami melihat ini bermasalah, berakibat pada substansi atau materi KUHAP yang jauh dari semangat penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia,” jelas Arif.
Dalam somasinya, Koalisi Masyarakat Sipil menyampaikan lima tuntutan utama, yaitu: Presiden diminta menarik draf RUU KUHAP agar tidak dilanjutkan ke tingkat II atau paripurna DPR RI. Koalisi menilai RUU ini perlu dibahas ulang demi sistem peradilan pidana yang transparan, akuntabel, adil, dan inklusif.
Kemudian DPR RI diminta membuka dan mempublikasikan secara resmi draf RUU KUHAP beserta hasil pembahasannya, khususnya hasil Panja per 13 November 2025. Pemerintah dan DPR diminta merombak substansi draf RUU KUHAP dan membahas ulang arah konsep perubahan untuk memperkuat judicial scrutiny dan mekanisme check and balances. Koalisi pun mengingatkan bahwa usulan masyarakat sipil sudah diserahkan kepada pemerintah dan DPR.
Selanjutnya, Pemerintah dan DPR diminta tidak menggunakan alasan menyesatkan publik terkait kebutuhan pemberlakuan KUHP baru untuk memburu-buru pengesahan revisi KUHAP yang dinilai masih bermasalah. Pemerintah dan DPR diminta meminta maaf kepada publik karena dianggap memberikan informasi yang tidak benar terkait masukan masyarakat sipil.
Sebelumnya diberitakan, pembahasan revisi KUHAP di DPR telah memasuki tahap akhir. Komisi III DPR RI dan pemerintah sepakat membawa RUU KUHAP ke pembicaraan tingkat II atau rapat paripurna. Kesepakatan itu diambil dalam rapat pleno Komisi III dan pemerintah pada Kamis (13/11/2025) di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Habiburokhman mengatakan revisi KUHAP mendesak dilakukan untuk menjawab tantangan sistem peradilan pidana modern, termasuk tuntutan transparansi, akuntabilitas, dan perlindungan kelompok rentan, mulai dari tersangka, korban, perempuan, hingga penyandang disabilitas. “RUU KUHAP harus memastikan setiap individu yang terlibat, baik sebagai tersangka maupun korban, tetap mendapatkan perlakuan yang adil dan setara,” ujarnya.
Dia juga menyampaikan permohonan maaf karena tidak seluruh masukan masyarakat dapat diakomodasi. “Tentu kami mohon maaf bahwa tidak bisa semua masukan dari semua orang kami akomodasi di sini. Inilah realitas parlemen, kita harus saling berkompromi,” kata Habiburokhman. (Cky/*)

