Kabarindo24jam.com | Jakarta – Sejumlah purnawirawan jenderal Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) bertemu Komisi Percepatan Reformasi Polri di Jakarta pada Rabu (10/12/2025). Mereka datang untuk menyampaikan sejumlah aspirasi mapun masukan. Ada tiga hal yang mereka kemukakan kepada Komisi Reformasi Polri, yakni terkait instrumental, struktural, dan kultural di tubuh Polri.
Mantan Kapolri Jenderal Pol Purn Dai Bachtiar mengungkapkan bahwa tujuan pertemuan itu adalah memberikan kontribusi untuk reformasi kepolisian. Ia juga memberikan penghargaan kepada Presiden Prabowo Subianto atas kebijakan reformasi tersebut.
“Kami menyampaikan rasa hormat dan penghargaan serta terima kasih kepada Bapak Presiden Prabowo Subianto yang telah memberikan satu kebijakan bahwa Polri, ya termasuk dari satu bagian untuk dilakukan upaya percepatan reformasi Polri,” kata Dai Bachtiar dalam keterangannya yang dikutip pada Kamis (11/12/2025).
“Lami sangat senang sekali, mendukung sekali, karena istilah yang digunakan beliau ‘Komisi Percepatan Reformasi Polri’. Itu juga menunjukkan bahwa Polri sebenarnya sudah melakukan upaya-upaya reformasi sejak tahun 1998,” ujarnya seraya menyebut pihaknya sudah berkomunikasi lebih dulu kepada Polri. Pihaknya aktif memberikan masukan-masukan terkait reformasi Polri.
Ia menjelaskan, para Purnawirawan Polri memberikan masukan tiga hal, pertama bidang struktural. Ia menilai struktur yang ada sekarang terkesan berlebihan dan tidak efisien. “Di bidang struktural, bagaimana struktur yang muncul sekarang? Apakah struktur ini sudah mencukupi atau juga berlebihan? Sehingga tidak efisien dalam suatu mission organisasinya itu sendiri,” ujarnya.
Selain persoalan struktur, aspek kultural dinilai tak kalah penting dalam agenda reformasi Polri. Dai Bachtiar menegaskan perubahan budaya kerja harus dilakukan secara berkelanjutan. “Kemudian di bidang kultural. Kultural ini kan adalah sifatnya dinamis. Perilaku manusia, dari waktu ke waktu bisa berubah. Di awal mungkin hasil reformasi perilakunya sesuai,” ujarnya.
“Contohnya misalnya keteladanan yang baik, sehingga anak buah akan mengikuti dengan baik. Tetapi lama-lama kemudian pengaruh dan sebagainya mulai bergeser, menyimpang dan sebagainya. Nah, ini kita koreksi gitu, di bidang kultural,” sambung Dai Bachtiar.
Sementara pada aspek instrumental, perhatian khusus diberikan pada pengelolaan anggaran, terutama dalam penegakan hukum. Menurut Dai, pola penganggaran yang kaku berpotensi menghambat proses penyelidikan dan penyidikan, karena setiap perkara memiliki tingkat kompleksitas yang berbeda.
“Kemudian ada lagi yang tadi disepakati, problem masalah pengaturan anggaran. Kalau membangun suatu infrastruktur, kita bisa punya istilah budget oriented, artinya kalau uangnya cuma sekian, yang bisa dibangun sekian,” papar Dai. (Cky/*)

