Kabarindo24jam.com | Jakarta – Anggota DPR RI Bambang Soesatyo menyatakan bahwa usulan perubahan mekanisme pemilihan Wakil Presiden yang disampaikan Prof. Jimly Asshiddiqie patut dipertimbangkan secara serius. Menurutnya, sistem yang diusulkan tersebut tetap mempertahankan pemilihan Presiden secara langsung oleh rakyat, namun membuka ruang bagi Wakil Presiden untuk dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
“Gagasan ini semakin relevan dengan ketentuan baru yang meniadakan ambang batas 20% untuk pencalonan presiden,” ujar Bamsoet dalam keterangan tertulis, Jumat (4/7/2025), usai menghadiri peluncuran buku Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945 di Jakarta.
Dalam model tersebut, calon Presiden tetap maju secara langsung lewat pemilu, namun tidak harus didampingi calon Wakil Presiden dalam satu paket. Setelah presiden terpilih, ia memiliki kewenangan mengajukan satu atau dua nama calon wakil presiden kepada MPR untuk dipilih dan ditetapkan.
“Di tengah tuntutan demokratisasi yang lebih substansial dan kebutuhan akan stabilitas pemerintahan yang kuat, pemisahan mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil Presiden bisa menjadi solusi atas distorsi politik yang sering terjadi dalam proses pencalonan pasangan capres-cawapres,” tutur Ketua MPR RI periode 2019–2024 tersebut.
Menurut Bamsoet, model baru ini memberikan peluang terbentuknya kabinet yang lebih fungsional dan efektif. Koalisi partai tidak perlu lagi dibentuk secara prematur sebelum pemilu, melainkan bisa dirancang pasca pemilu dalam kerangka pembentukan pemerintahan.
“Tidak perlu lagi bangun koalisi transaksional sebelum pemilu. Koalisi cukup dibentuk satu kali saja, saat menyusun kabinet. Ini akan menghasilkan pemerintahan yang lebih kuat dan stabil,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa keterlibatan MPR dalam pemilihan Wakil Presiden dapat mengembalikan posisi strategis lembaga tersebut dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Hal ini sekaligus memberi legitimasi politik tambahan bagi sosok Wapres yang dihasilkan.
“Keterlibatan MPR menjadikan Wakil Presiden sebagai tokoh yang memiliki jaringan politik luas dan mampu menjembatani kekuatan politik di parlemen,” jelas Bamsoet.
Meski begitu, Bamsoet menegaskan bahwa perubahan tersebut harus melalui mekanisme formal amandemen konstitusi. Ia menyebut sejumlah ayat dalam Pasal 6A UUD 1945, khususnya ayat (1) hingga (5), perlu diubah. Sementara itu, pasal baru bernama Pasal 6B akan menjadi dasar hukum bagi presiden dalam mengajukan calon wakil presiden kepada MPR.
“Penghapusan istilah ‘pasangan calon’ akan disertai dengan penguatan aturan dalam Pasal 6B,” imbuhnya.
Peluncuran buku Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945 juga menjadi ruang pertemuan gagasan lintas generasi yang dihadiri sejumlah tokoh nasional. Di antara yang hadir adalah Wakil Presiden RI ke-6 Try Sutrisno, Hakim Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat, Ketua Dewan Ideologi DPP PA GMNI Guntur Soekarnoputra, pemikir kebangsaan Sukidi, mantan Menteri Perumahan Rakyat Siswono Yudo Husodo, Sekjen PA GMNI sekaligus penulis buku Abdy Yuhana, serta Pemimpin Redaksi Harian Kompas Haryo Damardono. Keberadaan mereka menegaskan bahwa isu reformasi sistem ketatanegaraan adalah panggilan kolektif untuk menyempurnakan arah demokrasi Indonesia.