Jumat, 5 September 2025

Beras Melimpah, Kok Harga Tetap Mahal?

Kabarindo24jam.com | Jakarta – Meski pemerintah mengklaim stok beras melimpah, masyarakat justru dihadapkan pada harga yang meroket dan rak kosong di sejumlah ritel modern. Kondisi ini memicu perhatian Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang berjanji segera turun tangan mengurai masalah di lapangan.

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menegaskan pihaknya akan mengecek langsung distribusi beras. Menurutnya, dengan produksi yang meningkat signifikan, kenaikan harga seharusnya tidak terjadi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produksi beras Januari–Oktober 2025 mencapai 31,04 juta ton, sementara Bapanas memperkirakan total produksi tahun ini bisa mencapai 33,93 juta ton.

“Logikanya, kalau produksinya banyak, maka harga tidak naik. Jadi saya perlu meng-cross check. Kalau harga gabah ada di kisaran Rp7.000–Rp7.800 per kilogram, artinya gabahnya sedang banyak atau justru sedikit?” kata Arief di Kompleks DPR RI, Jakarta, Kamis, 4 September 2025.

Terkait stok kosong di sejumlah ritel modern, Arief mengungkap hal itu dipicu terhentinya produksi beberapa perusahaan yang sebelumnya memasok beras. “Kalau ada perusahaan yang biasa mengirim ke modern market lalu stop produksi, ya stok supermarket jadi kosong. Itu wajar,” ujarnya.

Ia menambahkan, pemerintah kini sudah menunjuk pemasok baru untuk mengisi kekosongan tersebut. Namun, proses distribusi membutuhkan waktu sebelum stok beras benar-benar stabil kembali di pasaran.

Dorong Bulog Percepat Penyaluran SPHP

Bapanas juga meminta Perum Bulog mempercepat distribusi beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Arief mengatakan pemerintah telah menyiapkan anggaran untuk menyalurkan stok beras Bulog melalui program bantuan pangan dan SPHP. Dalam dua bulan terakhir, tercatat 360 ribu ton beras bantuan pangan dan 120 ribu ton SPHP telah digelontorkan.

Penyaluran SPHP tahun ini dilakukan berbeda. Jika sebelumnya distribusi dilakukan lewat penggilingan padi, kini Bulog menyalurkan langsung ke outlet mitra, termasuk BUMN pangan dan ritel modern. Skema ini diambil setelah evaluasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menilai jalur lama berpotensi menimbulkan kecurangan.

“Kalau dulu 50 kilogram dilepas ke penggilingan, kecepatannya berbeda. Sekarang tugas kita mempercepat menggunakan fasilitas yang ada,” kata Arief.

Menurut dia, kapasitas Bulog saat ini mencapai 5.500–6.000 ton per hari dengan kemasan 5 kilogram. Namun, angka itu masih jauh dari target Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan yang meminta distribusi SPHP bisa menembus 10 ribu ton per hari.

“Kamu kalau tadinya nggak memproduksi, lalu tiba-tiba disuruh memproduksi, seberapa cepat bisa jalan? Menghidupkan mesin kembali itu butuh waktu. Walaupun sekarang sebenarnya sudah luar biasa,” jelasnya.

Arief menegaskan pemerintah terus bekerja agar pasokan beras segera normal dan harga bisa terkendali. “Bayangkan, 480 ribu ton beras yang sudah disalurkan dalam dua bulan terakhir setara dengan 480 ribu truk. Itu jumlah yang tidak kecil,” ujarnya.

Di tengah situasi ekonomi yang menekan daya beli masyarakat, lonjakan harga beras menjadi pukulan berat. Pemerintah dituntut tidak hanya mengawasi distribusi, tetapi juga memastikan stabilitas harga benar-benar terjaga. Tanpa langkah konkret yang cepat, kepercayaan publik terhadap pengelolaan pangan bisa semakin terkikis. Sebaliknya, jika mampu menjaga harga beras tetap terjangkau, pemerintah bukan hanya menyelamatkan meja makan rakyat, tetapi juga mengembalikan keyakinan masyarakat bahwa negara hadir melindungi kebutuhan paling dasar : pangan. (Man*/)

 

 

redaksi
redaksihttps://kabarindo24jam.com
Redaksi media Kabarindo24jam.com

Latest news

- Advertisement -spot_img

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini