Jumat, 9 Mei 2025

China Evaluasi Ajakan Amerika untuk Negosiasi Dagang

KabarIndo24Jam.com | Hong Kong – China telah menyatakan tengah mengevaluasi pendekatan yang dilakukan oleh Amerika Serikat untuk memulai kembali pembicaraan dagang, sebuah sinyal pergeseran nada dari Beijing yang sebelumnya bersikap sangat tegas. Pernyataan ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan akibat perang tarif yang dipicu oleh Presiden AS Donald Trump.

Juru bicara Kementerian Perdagangan China mengatakan di pernyataan resmi pada hari Jumat (2/5/2025) bahwa “AS baru-baru ini telah mengirimkan sejumlah pesan melalui saluran terkait, menyatakan keinginan untuk memulai pembicaraan. China saat ini sedang mengevaluasi hal tersebut.” Pernyataan ini memperkuat laporan media pemerintah China bahwa pemerintahan Trump telah “secara proaktif menjangkau” Beijing melalui berbagai jalur.

China tetap menetapkan syarat yang jelas: AS harus menunjukkan itikad baik dengan mencabut tarif sepihak dan mengoreksi kebijakan yang dianggap keliru. “Perang tarif ini dimulai secara sepihak oleh AS. Jika ingin negosiasi, mereka harus tulus dan siap memperbaiki kesalahan,” ujar juru bicara tersebut. “Jika harus bertarung, kami siap hingga akhir. Jika ingin berbicara, pintu kami terbuka.”

Sejak awal 2025, Trump telah menaikkan tarif terhadap barang-barang China hingga 145%, yang secara signifikan memperlambat perdagangan antara dua ekonomi terbesar dunia. Sebagai balasan, Beijing menaikkan tarif barang impor dari AS hingga 125%. Akibatnya, banyak pabrik di China menghentikan produksi, pesanan ekspor menurun tajam, dan sektor manufaktur mengalami kontraksi tercepat dalam 16 bulan terakhir.

Impor barang dari China ke AS pada paruh kedua 2025 diperkirakan turun hingga 75–80% dibanding tahun sebelumnya, menurut data JPMorgan. National Retail Federation juga memperkirakan total impor AS turun setidaknya 20% secara tahunan.

Baca Juga :  Diserang dari Berbagai Penjuru, Muhyiddin Yassin Akhirnya Terjungkal dari Kekuasaan

Tekanan ekonomi ini juga dirasakan oleh AS. Dana Moneter Internasional (IMF) bahkan memangkas proyeksi pertumbuhan global 2025 dari 3,3% menjadi 2,8%, sementara JPMorgan menilai ada kemungkinan 60% AS akan mengalami resesi tahun ini.

Meski Presiden Trump beberapa kali mengklaim sedang dalam proses negosiasi dengan China dan menyatakan akan “bersikap baik” di meja perundingan, pejabat China berkali-kali membantah pernyataan tersebut. Bahkan, Kementerian Luar Negeri China sempat merilis video yang menyebut mereka tidak akan “berlutut” di hadapan pemimpin yang dianggap “membully”.

Beberapa pengamat menilai bahwa kedua belah pihak sebenarnya menyadari dampak besar dari ketegangan ini terhadap ekonomi masing-masing. Christopher Beddor, Direktur Riset Gavekal Dragonomics di Beijing, menyebut bahwa China bersikap terbuka terhadap negosiasi selama AS benar-benar serius. “Mereka punya banyak alat untuk merespons, tapi jelas akan lebih baik jika tak perlu menggunakannya dan terjadi deeskalasi,” katanya.

Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengatakan kepada Fox News bahwa China kini ingin melakukan pembicaraan karena ekonominya sangat terdampak. Ia juga menyebut ini sebagai “wake-up call” bagi AS agar tak terlalu bergantung pada China dalam jangka panjang.

Meski pembicaraan informal tampaknya mulai terjalin, beberapa analis menilai bahwa menyebutnya sebagai “negosiasi resmi” masih terlalu dini. Namun satu hal yang jelas, tekanan ekonomi global kini mendorong kedua negara untuk mempertimbangkan jalan tengah. (Yoga)

Latest news

- Advertisement -spot_img

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini