Jumat, 14 November 2025

Dalami Korupsi Gubernur Riau, Sejumlah Kantor dan Rumah Digeledah KPK

Kabarindo24jam.com | Jakarta – Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan guna mencari dokumen-dokumen dan barang bukti lainnya di beberapa tempat terkait dengan dugaan kasus pemerasan dan gratifikasi yang menjerat Gubernur Riau nonaktif Abdul Wahid. Terbaru, KPK melakukan penggeledahan di Dinas Pendidikan Riau, pada Kamis (13/11/2025).

“Personil KPK melanjutkan giat penggeledahan di Dinas Pendidikan pada hari ini,” kata jubir KPK Budi Prasetyo dalam pernyataan persnya dikutip pada Jumat (14/11/2025). Sebelumnya, KPK telah melakukan penggeledahan di kantor BPKAD Riau dan sejumlah rumah pada Rabu (12/11).

Dari BPKAD dan beberapa rumah yang digeledah itu, KPK menyita dokumen terkait pergeseran anggaran di Provinsi Riau. “Penyidik mengamankan dan menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik (BBE) terkait pergeseran anggaran di Provinsi Riau,” sebutnya.

Dalam kesempatan itu, KPK pun mengapresiasi masyarakat Riau yang mendukung pengusutan perkara tersebut. Dia mengatakan masyarakat adalah pihak yang paling terdampak dari kasus korupsi ini. “KPK menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada seluruh masyarakat, khususnya di wilayah Riau, yang terus mendukung penuh penegakan hukum ini,” ucapnya.

Adapun kasus ini, berkaitan dengan dugaan permintaan ‘fee’ oleh Abdul Wahid dari kenaikan anggaran di UPT yang ada di bawah Dinas PUPR Riau. Fee tersebut berasal dari penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP dari awalnya Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar.

KPK menengarai Abdul Wahid mengancam bawahannya jika tak menyetor duit yang dikenal sebagai ‘jatah preman’ tersebut. Setidaknya, ada tiga kali setoran fee jatah pada Juni, Agustus, dan November 2025. KPK menduga uang itu akan digunakan Abdul Wahid saat melakukan lawatan ke luar negeri.

Selain Abdul Wahid, KPK juga menetapkan Dani M Nursalam selaku Tenaga Ahli Gubernur Riau, dan Kepala Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau M Arief Setiawan sebagai tersangka dalam kasus ini. Namun begitu, KPK menyebut ada pengembangan dari kasus pemerasan yang berpotensi menyeret tersangka lain.

 

Fee 7 Persen Atas Penambahan Anggaran

 

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak menjelaskan, kasus bermula dari pertemuan di salah satu kafe antara Sekretaris Dinas PUPR-PKPP Riau, Ferry Yunanda, dengan enam Kepala UPT Wilayah I–VI Dinas PUPR-PKPP, pada Mei 2025, untuk membahas kesanggupan pemberian fee sebesar 2,5 persen atas penambahan anggaran 2025 yang akan diberikan kepada Gubernur Abdul.

Anggaran itu dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I–VI Dinas PUPR-PKPP yang semula Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar. Terjadi kenaikan Rp106 miliar. Hasil pertemuan itu dilaporkan ke Kepala Dinas PUPR-PKPP, Muhammad Arif Setiawan. Oleh Arif, fee tersebut dinaikkan menjadi 5 persen atau sebesar Rp7 miliar.

Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR-PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah “jatah preman”. Selanjutnya, seluruh Kepala UPT Wilayah Dinas PUPR-PKPP beserta Sekretaris Dinas PUPR-PKPP Riau melakukan pertemuan kembali dan menyepakati besaran fee untuk Abdul Wahid sebesar 5 persen atau Rp7 miliar.

Hasil pertemuan tersebut kemudian dilaporkan kepada Kepala Dinas PUPR-PKPP Riau dengan menggunakan bahasa kode “7 batang”. Terjadi beberapa kali setoran fee jatah kepada Abdul Wahid, yakni pada Juni 2025. Ferry sebagai pengepul uang dari Kepala UPT, mengumpulkan total Rp1,6 miliar.

Dari jumlah itu, atas perintah Kepala Dinas PUPR-PKPP, Ferry mengalirkan dana sejumlah Rp1 miliar kepada Abdul Wahid. Uang itu diberikan melalui Dani M. Nursalam dan Rp600 juta kepada kerabat Muhammad Arif Setiawan.

Pada Agustus 2025, atas perintah Dani M. Nursalam melalui Muhammad Arif Setiawan, Ferry kembali mengepul uang dari para kepala UPT, dengan uang terkumpul sejumlah Rp1,2 miliar. Uang itu didistribusikan Muhammad Arif Setiawan untuk driver MAS sebesar Rp300 juta, proposal kegiatan perangkat daerah Rp375 juta, dan disimpan oleh Ferry senilai Rp300 juta.

Pengumpulan dana terus berlanjut hingga November 2025. Kali ini tugas pengepul dilakukan Kepala UPT 3 dengan total mencapai Rp1,25 miliar, yang di antaranya dialirkan untuk Abdul Wahid. Uang itu diberikan melalui Muhammad Arif Setiawan Rp450 juta serta diduga mengalir Rp800 juta yang diberikan langsung kepada Abdul Wahid.

“Total penyerahan pada Juni hingga November 2025 mencapai Rp4,05 miliar dari kesepakatan awal sebesar Rp7 miliar,” kata Johanis, Rabu (5/11/2025). Adapun uang yang diterima Abdul Wahid itu telah dipergunakan untuk keperluan dinas maupun di luar kedinasan, seperti ke London, Inggris, dan Brazil. Bahkan ia juga berencana ke Malaysia.

Dari hasil penggeledahan di rumah Abdul Wahid di Jakarta Selatan, tim mengamankan sejumlah uang dalam bentuk pecahan asing, yakni 9.000 poundsterling dan 3.000 USD atau jika dikonversi dalam rupiah senilai Rp800 juta. “Total yang diamankan dari rangkaian kegiatan tangkap tangan ini senilai Rp1,6 miliar,” kata Johanis. (Cky/*)

redaksi
redaksihttps://kabarindo24jam.com
Redaksi media Kabarindo24jam.com

Latest news

- Advertisement -spot_img

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini