Kabarindo24jam.com | Bogor – Tak semua orang lahir dengan niat menjadi pemimpin, tapi sebagian dipanggil oleh tanah kelahirannya. Seperti halnya Muh. Yusup Mustopa, S.IP., pria bersahaja yang sejak 2014 mengabdikan dirinya sebagai Kepala Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Di balik senyum tenangnya, tersembunyi visi besar untuk mengubah desa kecil yang dulu tertinggal menjadi desa maju, mandiri, dan berbudaya adaptif.
Siang itu, di kantor desa Purwasari saya duduk berbincang dengan sang Kepala Desa di ruangannya. Dengan nada rendah dan wajah yang tak pernah lepas dari senyum, Yusup Mustopa bercerita tentang perjalanan panjangnya—sebuah perjalanan yang tak hanya berisi kerja keras, tapi juga pertarungan dengan rasa putus asa dan keraguan dari banyak pihak.
“Awalnya berat. Bahkan saya sempat merasa mustahil bisa membawa perubahan. Tapi justru ucapan-ucapan pesimis itulah yang membuat saya terpacu,” ujar ayah tiga anak itu, lirih namun tegas.
Yusup tak datang dengan janji kosong. Visi besarnya: Mewujudkan Desa Purwasari yang Maju, Mandiri, Agamis, Humanis, dan Berbudaya Adaptif, bukan sekadar jargon. Bersama tim pemerintah desa, ia merumuskan misi konkret: meningkatkan kapasitas aparatur, mengembangkan potensi ekonomi lokal, hingga mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Dan hasilnya nyata.
Dari status desa tertinggal di tahun 2014, Purwasari berubah menjadi desa maju pada 2018, bahkan menyabet gelar Juara Umum Desa Inovasi Terfavorit di Kabupaten Bogor pada Desember 2023.
“Inovasi itu bukan hanya soal teknologi, tapi tentang bagaimana kita menjawab kebutuhan warga dengan cara yang tepat dan berkelanjutan,” ucap Yusup.
Salah satu terobosan penting adalah kerja sama dengan Tim Digitalisasi Desa (DIGIDES) dalam membangun sistem layanan digital berbasis aplikasi dan anjungan mandiri. Inovasi ini memudahkan warga mengakses administrasi desa tanpa harus antre panjang di kantor desa. Surat menyurat, pembayaran pajak, hingga keperluan dokumen lainnya kini cukup dilakukan lewat ponsel.
Namun, bagi Yusup, teknologi bukan segalanya. Ia tetap berpijak pada kekuatan dasar Purwasari: pertanian. Dengan luas wilayah sekitar 220 hektare, dan sebagian besar penduduknya adalah petani, ia memanfaatkan bantuan keuangan desa untuk membuka akses jalan tani yang layak. Hasilnya, roda ekonomi berputar lebih cepat, hasil panen lebih mudah dijual, dan pendapatan petani pun meningkat.
Selain sektor pertanian, Yusup juga menaruh perhatian besar pada pengelolaan sampah. Ia sadar, pembangunan yang baik harus berjalan berdampingan dengan pelestarian lingkungan. Maka lahirlah sistem pengelolaan sampah mandiri yang mampu mengurangi beban TPA Galuga dan kini dijadikan rujukan oleh desa-desa sekitar.
Tak hanya itu, keinginan besar Yusup untuk menjadikan Purwasari sebagai desa wisata terus digarap serius. Ia dan timnya mulai menata wilayah, menggali potensi alam dan budaya lokal. Salah satu yang menyita perhatian adalah temuan bebatuan bersejarah di Kampung Situ Uncal—batu menyerupai kujang yang diduga berasal dari masa prasejarah sebelum era Pajajaran.
“Kami memberi nama batu itu Mandala Karesian dan Mandala Karamaan. Sudah diteliti oleh tim Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Jika hasilnya valid sebagai situs sejarah, tentu akan jadi pelengkap penting dalam rencana desa wisata kami,” kata Yusup penuh semangat.
Bagi Muh. Yusup Mustopa, menjadi Kepala Desa bukan sekadar posisi administratif. Ini tentang cinta pada tanah kelahiran, tentang harapan yang ditanam dan dipanen bersama warganya. Ia tak sedang membangun menara gading, tapi jembatan—dari masa lalu yang penuh keterbatasan ke masa depan yang penuh harapan.
“Bagi saya, menjadi kades adalah kesempatan untuk mengabdi dan membangun tanah kelahiran saya. Kebahagiaan saya adalah ketika melihat semua warga di sini sejahtera,” ucapnya menutup percakapan dengan mata berbinar.
Dan dari cara ia berbicara, cara ia memimpin, serta jejak nyata yang telah ia torehkan, Yusup Mustopa bukan hanya sekadar pemimpin desa. Ia adalah arsitek harapan bagi Purwasari—sebuah desa yang kini mulai menatap dunia, tanpa melupakan akarnya.