Kabarindo24jam.com | Jakarta – Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum, Yuldi Yusman, mengungkapkan bahwa mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim, dipastikan masih berada di tanah air usai mendapatkan larangan bepergian ke luar negeri oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Diketahui, bahwa tindakan cegah dan tangkal (cekal) terhadap Nadiem yang menjabat Mendikbudristek periode 2019-2024 itu sudah diberlakukan sejak pertengahan Juni. “Atas nama Nadiem Anwar Makarim, cegah sejak 19-06-2025 sesuai permintaan dari Kejagung,” ujar Yuldi, Minggu (29/6/2025).
Berdasarkan pemantauan catatan keimigrasian, mantan bos Gojek tersebut belum meninggalkan Tanah Air sejak pencekalan diberlakukan. Diketahui, Nadiem akan dicegah untuk ke luar negeri selama 6 bulan ke depan. Hal itu berkaitan dengan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan laptop di Kemendikbudristek.
Keputusan cekal ini diambil karena penyidik masih memerlukan keterangannya dalam proses penyidikan dugaan korupsi pengadaan Chromebook. “Pencegahan ini untuk memperlancar proses penyidikan,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar dalam keterangannya, Jumat (27/6/2025).
Menurut Harli, pencegahan berlaku selama enam bulan sejak 19 Juni 2025. Ia menyebut penyidik masih membutuhkan keterangan tambahan dari Nadiem untuk menelusuri dugaan pemufakatan jahat dalam proyek pengadaan teknologi pendidikan yang nilainya hampir mencapai Rp 10 triliun.
Nadiem sebelumnya telah diperiksa sebagai saksi pada 23 Juni 2025 selama sekitar 12 jam dalam kasus dugaan korupsi laptop di Kemendikbud. Seusai pemeriksaan, ia menyatakan kehadirannya sebagai bentuk kepatuhan terhadap proses hukum. Namun, menurut Kejaksaan, keterangannya belum sepenuhnya menjawab kebutuhan penyidikan sehingga kemungkinan pemeriksaan lanjutan masih terbuka.
Saat ini, penyidik mendalami dugaan rekayasa dalam proyek pengadaan peralatan teknologi pendidikan senilai Rp 9,98 triliun pada periode 2019 hingga 2022. Indikasi awal menunjukkan adanya arahan dari pihak-pihak tertentu kepada tim teknis untuk menyusun kajian yang mengutamakan laptop berbasis sistem operasi Chrome sebagai pilihan utama.
“Supaya diarahkan pada penggunaan laptop yang berbasis sistem operasi Chrome,” ujar Harli. Namun, keputusan ini berbeda dari kajian teknis awal yang sempat disusun Kemendikbudristek. Berdasarkan informasi yang diperoleh, kajian pertama yang selesai pada April 2020 justru merekomendasikan penggunaan sistem operasi Windows. Baru dua bulan kemudian, pada Juni 2020, muncul kajian baru yang mendorong pengadaan Chromebook.
Penyidik kini tengah menelusuri apakah keputusan pengadaan laptop sebenarnya telah ditentukan lebih dulu melalui rapat pada 6 Mei 2020. Jika terbukti, keputusan itu dianggap mendahului hasil kajian teknis resmi. “Penyidik mau memastikan, apakah keputusannya sudah ditentukan sejak rapat Mei,” kata Harli.
Dari total anggaran pengadaan senilai hampir Rp 10 triliun, sekitar Rp 3,58 triliun bersumber dari dana satuan pendidikan. Sementara sisanya, sebesar Rp 6,39 triliun, berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Laptop tersebut disalurkan langsung ke sekolah-sekolah di berbagai daerah sebagai bentuk bantuan pemerintah.
Sebagai informasi, dasar hukum pencegahan seseorang bepergian ke luar negeri diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, tepatnya pada Pasal 91. Dalam ayat (1) disebutkan bahwa pihak yang berwenang dan bertanggung jawab melakukan tindakan pencegahan adalah Menteri yang membidangi urusan keimigrasian. (Cky/*)