Rabu, 16 Juli 2025

Diduga Seorang Penumpang Maskapai Citi Link Mendapat Kekerasan Seksual Dalam Pesawat

Kabarindo24jam.com | Jakarta -Tersiar kabar telah terjadi kekerasan seksual terhadap penumpang di dalam pesawat.

Seorang penumpang maskapai Citilink diduga menjadi korban pelecehan atau kekerasan seksual terjadi dini hari dalam penerbangan rute Denpasar-Jakarta, pada Selasa 15 Juli 2025. Informasi ini dibenarkan oleh petugas Polresta Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng. Pihak kepolisian bandara Cengkareng membenarkan peristiwa itu dan saat ini laporan tersebut sedang ditangani oleh penyidik masih dalam tahap pemeriksaan awal. Diberitakan juga bahwa laporan tersebut disampaikan oleh seorang penumpang yang menjadi korban kekerasan seksual saat penerbangan. Menurut laporan korban disampaikan pada polisi bandara bahwa kekerasan terjadi dalam pesawat Citilink dengan nomor penerbangan QG 9669 rute Denpasar – Jakarta.

Berdasarkan berita ini tergambarkan bahwa si penumpang yang jadi korban sendiri saja setiba di bandara Cengkareng. Korban setelah mendapatkan perlakuan bejat kekerasan seksual melaporkan sendiri secara langsung ke polisi. Selanjutnya pengelola penerbangan Citilink sebagai produsen jasa dan tempat kejadian perkara (TKP) harus mendampingi korban karena kondisinya agar korban merasa aman dan nyaman. Korban juga harus mendapat fasilitas layanan aman dan perlindungan dari kepolisian.

Biasanya seorang korban sangat ketakutan bicara pada orang lain apalagi melaporkan kejadian mengerikan yang menimpa dirinya. Luar biasa kekuatan dan keberanian si korban melakukan laporan sendiri langsung setelah kejadian. Dalam kondisi ketakutan dia harus bertanya dan melaporkan kejadian kepada petugas penerbangan Citilink QG 9669 jurusan Denpasar Jakarta. Sungguh hebat dan berani korban mau melaporkan kejadian kekerasan seksual yang menimpa dirinya pada pihak penerbangan Citilink.

Kejadian kekerasan seksual di transportasi umum di Indonesia sudah banyak terjadi dan selama ini belum ada yang ditangani tuntas oleh kepolisian hingga sampai ke persidangan. Polisi selalu beralasan bahwa korban sendiri yang mencabut laporannya. Korban mencabut laporannya menurut polisi tidak mau direpotkan dengan urusan formal sebuah pelaporan secara hukum. Korban kekerasan seksual di kereta api jarak jauh, KRL Jabodetabek dan di bus Transjakarta atau bus jarak jauh lainnya. Para korban tidak dilanjutkan laporannya karena terbentur masalah birokrasi pelaporan di kepolisian. Sistem laporan di aparat penegak hukum (APH) seperti di kepolisian tidak memiliki perspektif korban.

Pengalaman korban kekerasan seksual di transportasi publik serupa, sangat birokratis dan tidak memahami kondisi korban, tidak memiliki perspektif korban. Selama ini yang terjadi bahkan ada korban yang dipersulit untuk melaporkan kejadian yang menimpa diri si korban. Jangan katakan korban yang salah karena tidak mau melaporkan melanjutkan laporkan kejadiannya. Justru pengelola layanan transportasi publik dan APH yang tidak memiliki perspektif serta tidak memahami kebutuhan perlindungan hak korban.

Nah sekarang terjadi lagi kasus kekerasan seksual di dalam penerbangan Citilink dan korbannya berani langsung berani melaporkan sendiri kejadiannya. Seorang korban kekerasan seksual sedang alami tekanan dan ketakutan perlu pendampingan psikolog dan polisi secara khusus. Pengalaman korban kekerasan seksual dalam penerbangan Citilink ini haruslah menjadi pelajaran bagi kita, pengelola layanan transportasi publik untuk memastikan petugasnya melayani serta melindungi korban.

Pengelola layanan harus membangun sebuah sistem agar penumpang merasa aman dan nyaman terlindungi tidak menjadi korban kekerasan seksual. Sesuai UU no:8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa hak-hak Konsumen yang harus dipenuhi adalah:
1.Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
2.Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; 3.Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
4.Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
5.Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
6.Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
7.Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pengelola layanan harus memberi ruang aman pada korban untuk bisa mengakses dan nyaman melapor serta meminta bantuan perlindungan sebagai korban. Juga agar korban sebagai konsumen berani dan nyaman serta akses pada layanan perlindungan haknya sebagai konsumen. Akhirnya Pengelola atau produsen produk dan jasa harus memberikan perlindungan terhadap hak penumpang sebagai konsumen sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Konsumen.

Perlindungan berupa upaya pencegahan agar tidak terjadi kekerasan seksual pada setiap proses awal penerbangan. Upaya pencegahan itu bisa dilakukan dengan memberikan informasi di dalam pesawat sebelum terbang tentang kekerasan seksual adalah tindakan pidana yang dapat dihukum. Para penumpang yang tidak merasa nyaman karena ada upaya tindakan kekerasan seksual bisa melaporkan kepada petugas kabin misalnya dengan memencet tombol panggilan crew kabin atau berteriak. Agar korban percaya pada negara maka diwakili oleh polisi yang harus memeriksa dan membongkar kasus kekerasan seksual ini secara tuntas sebagai efek jera terhadap si pelaku, pengadilan menghukum berat pelaku. Begitu pula masyarakat harus mendapatkan edukasi publik dalam kasus kekerasan seksual.(Ls*/)

Latest news

- Advertisement -spot_img

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini