Kabarindo24jam.com | Jakarta – Komisi III DPR RI mempertanyakan tindakan kepolisian yang menangkap Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, yang dituduh melakukan penghasutan karena mengajak masyarakat mengikuti demonstrasi. DPR menegaskan bahwa konstitusi menjamin kebebasan berpendapat dan berkumpul, termasuk menyampaikan pendapat melalui demonstrasi.
“Negara ini melindungi dan menjamin hak atas kebebasan berpendapat dan berserikat. Hak atas kebebasan menyampaikan pendapat, baik lisan maupun tulisan, itu dilindungi oleh undang-undang dasar dan dijamin oleh pemerintah,” kata anggota Komisi III DPR RI Benny K Harman di Gedung DPR RI, Selasa (2/9/2025).
Menurut dia, mengajak masyarakat berkumpul untuk menyampaikan pendapat melalui demonstrasi tidak bisa serta-merta dikategorikan sebagai tindak pidana. “Apakah boleh mengajak orang untuk datang ke demonstrasi? Boleh. Mana enggak boleh? Yang bilang enggak boleh siapa? Itu sama dengan saya mengundang orang untuk datang rapat. Apakah salah? Tidak ada yang melarang,” ujarnya.
Benny menilai, penegak hukum seharusnya bisa membedakan antara ajakan untuk menyampaikan pendapat secara damai dan ajakan yang mengandung kekerasan. “Salah kalau mengajak orang dengan kalimat ‘bawa pentungan atau molotov’. Itu baru provokasi. Kalau hanya mengajak datang demo, apa salahnya?” kata Benny.
Dia pun mempertanyakan tuduhan polisi bahwa ajakan Delpedro termasuk kategori penghasutan dan meminta ada penjelasan secara detail terkait hal tersebut. “Kalau saya ajak, ‘Eh datang kita demonstrasi di depan kantor polisi untuk menyampaikan pendapat tangkap koruptor, eksekusi napi yang tidak masuk lapas.’ Apa salah? Makanya, provokasi apa dulu?” kata Benny.
Diberitakan sebelumnya, Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, ditangkap polisi pada Senin (1/9/2025) sekitar pukul 22.45 WIB. Polisi kemudian menetapkan Delpedro sebagai tersangka atas tuduhan menghasut dan menyebarkan ajakan provokatif, hingga berujung aksi anarkistis di sekitar Kompleks Parlemen dan sejumlah wilayah lain di Jakarta pada 25 Agustus 2025.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan, penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik menemukan bukti yang cukup terkait ajakan provokatif yang berujung pada aksi rusuh. Bahkan, polisi mengeklaim bahwa ajakan tersebut turut melibatkan pelajar dan anak di bawah umur 18 tahun yang kemudian ikut dalam kericuhan.
“Saudara DMR diduga melakukan tindak pidana menghasut untuk melakukan pidana dan/atau menyebarkan informasi elektronik yang diketahuinya membuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan dan keresahan di masyarakat, dan/atau merekrut serta memperalat anak,” ujar Ade Ary.
Atas dugaan tersebut, Delpedro terancam dijerat Pasal 160 KUHP, dan/atau Pasal 45A ayat (3) junto Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE, serta Pasal 76H junto Pasal 15 junto Pasal 87 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Sementara itu, solidaritas untuk Delpedro menilai penangkapan ini merupakan tindakan represif yang melanggar prinsip demokrasi dan hak asasi manusia (HAM). “Penangkapan sewenang-wenang terhadap dirinya bukan hanya bentuk kriminalisasi, tetapi juga upaya mengekang kritik,” bunyi pernyataan solidaritas. (Cky/*)