Kabarindo24jam.com | Jakarta -Rencana TNI Angkatan Darat (AD) merekrut 24 ribu tamtama untuk ditugaskan ke batalyon teritorial Pembangunan, mendapat kritik keras dari khalayak luas. Bahkan, TNI diminta untuk memahami pentingnya peran TNI dalam sistem pertahanan rakyat semesta yang berbeda dengan ketahanan pangan nasional.
Salah satu tokoh yang menyuarakan kritiknya adalah anggota Komisi I DPR RI, Mayjen TNI Purn TB Hasanuddin. Dia pun mengingatkan bahwasanya tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) TNI adalah untuk bertempur, bukan untuk mengurusi bidang pangan.
“Sesuai dengan undang-undang yang berlaku, prajurit TNI sebaiknya lebih fokus pada kesiapan tempur dengan melakukan latihan secara intensif,” kata pensiunan jenderal Angkatan Darat bintang dua dan pernah menjabat Sekretaris Militer Presiden RI ke-5 ini dalam keterangannya, dikutip Selasa (17/6/2025).
Hasanuddin mengingatkan bahwa Indonesia menganut sistem pertahanan rakyat semesta di mana seluruh potensi negara dimanfaatkan untuk kepentingan pertahanan negara. Doktrin utama yang diterapkan adalah perang berlarut, dimulai dengan perang konvensional dan jika diperlukan berlanjut dengan perang gerilya hingga kemenangan tercapai.
Dalam konteks perang berlarut, Hasanuddin menjelaskan bahwa sangat penting untuk menyiapkan wilayah-wilayah logistik, termasuk penyediaan bahan makanan di desa-desa, kampung, dan kota, agar perlawanan dapat berlangsung selama mungkin. “Dalam keadaan perang, prajurit TNI dapat turun langsung menjadi petani di lapangan dalam membangun depot-depot logistik,” jelasnya.
Namun dalam keadaan damai pun, Hasanuddin menekankan tugas membangun ketahanan pangan sebaiknya diserahkan kepada kementerian profesional, yaitu Kementerian Pertanian. “Dalam keadaan damai, membangun depot-depot logistik atau ketahanan pangan sebaiknya tidak ditangani langsung oleh prajurit TNI aktif, melainkan diserahkan kepada kementerian terkait,” imbuhnya.
Terkait hal tersebut, Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (Kadispen TNI AD), Brigjen Wahyu Yudhayana, menyampaikan bahwa rencana perekrutan 24.000 calon tamtama dilatarbelakangi penyusunan struktur organisasi terbaru, yaitu pembentukan Batalyon Teritorial Pembangunan.
Batalyon ini akan terdiri dari empat kompi yakni kompi pertanian, kompi peternakan, kompi medis, dan kompi zeni. Direncanakan, batalyon tersebut akan tersebar di seluruh Indonesia untuk mendukung stabilitas dan pembangunan di 514 kabupaten/kota. Dapat dipastikan, bahwa pasukan ini disiapkan bukan untuk menjadi pasukan tempur, melainkan pasukan ketahanan pangan hingga pelayan kesehatan.
Menanggapi hal itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan memandang, rencana rekrutmen tersebut sudah keluar jauh dari tugas utama TNI sebagi alat pertahanan negara.
“TNI direkrut, dilatih, dan dididik untuk perang dan bukan untuk mengurusi urusan-urusan di luar perang seperti pertanian, perkebunan, peternakan, maupun pelayanan kesehatan,” kata Ketua Badan Pengurus Centra Initiative, Al Araf, sebagai perwakilan koalisi dalam siaran persnya, Senin (16/6/2025).
Dengan demikian, lanjut Araf, kebijakan perekrutan sebagaimana sedang direncanakan tersebut telah menyalahi tugas utama TNI sebagai alat pertahanan negara sebagaimana diatur dalam konstitusi dan UU TNI itu sendiri.
“Perubahan lingkungan strategis dan ancaman perang yang semakin kompleks dan modern sebenarnya menuntut TNI untuk fokus dan memiliki keahlian spesifik di bidang peperangan,” ucapnya. (Cky/*)