Kabarindo24jam.com | Bogor – Krisis keuangan skala berat melanda Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bogor. Dampak krisis ini tak hanya berpotensi menurunkan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat, tapi sekaligus juga menunjukkan ‘kegagalan’ dalam pengelolaan keuangan oleh Direksi dan Dewan Pengawas (Dewas) RSUD.
Dari informasi yang diperoleh, krisis keuangan di RSUD yang disebabkan hutang yang menumpuk itu, membuat pelayanan semakin menurun dan terjadi keterlambatan gaji pegawai. Bahkan lebih dari itu, krisis tersebut memunculkan indikasi penyalahgunaan anggaran yang belum terungkap.
Menurut Direktur Eksekutif Brain, Ferdian Mufti Aziz, kondisi ini merupakan hasil dari akumulasi kegagalan yang dibiarkan terus berlanjut oleh manajemen dan pengawas rumah sakit. “Kita tidak bisa lagi menutup mata. Dewas tidak berfungsi. Direksi tidak mampu. Dan rakyat yang menjadi korban,” ujar Ferdian dalam siaran persnya, Minggu (3/8/2025)
Berdasarkan laporan internal yang dihimpun oleh Brain, terdapat beberapa indikasi kuat mengenai penyimpangan di RSUD Kota Bogor yakni tumpukan utang yang mencapai puluhan miliar rupiah tanpa kejelasan skema pembayaran dan akuntabilitas anggaran.
Kemudian, Brain lebih melihat hal ini terjadi akibat kegagalan manajerial Direksi dalam menyusun rencana kerja dan mitigasi krisis, termasuk tidak adanya transparansi kepada publik maupun DPRD. Dan terakhir, lemahnya fungsi pengawasan Dewas, yang seharusnya menjadi filter utama dalam mencegah keruntuhan manajemen.
Dalam situasi darurat ini, Brain meminta DPRD Kota Bogor tidak hanya berdiam diri. Sebagai lembaga legislatif, mereka memiliki tanggung jawab untuk melakukan pengawasan dan intervensi kebijakan terhadap lembaga pelayanan publik daerah.
Ferdian menilai, sudah saatnya DPRD menggunakan hak angket atau membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menyelidiki dugaan pelanggaran yang terjadi di RSUD Kota Bogor. “Jika DPRD tidak segera bertindak, maka mereka turut bertanggung jawab secara moral atas jatuhnya martabat pelayanan publik di Kota Bogor,” tegasnya.
Lebih jauh, DPRD diminta untuk mendesak Walikota Bogor sebagai pemilik saham untuk membekukan sementara jabatan Direksi dan Dewas, serta menugaskan tim audit independen untuk melakukan audit forensik terhadap keuangan rumah sakit dalam lima tahun terakhir.
RSUD bukan sekadar institusi layanan kesehatan, melainkan garda terdepan dalam penyelamatan nyawa warga kota. Ketika pilar ini runtuh, yang terancam bukan hanya pelayanan, tetapi juga kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah. “Yang kita pertaruhkan adalah nyawa rakyat dan integritas institusi publik. DPRD tidak bisa menunggu lebih lama, harus ada tindakan,” imbuh Ferdian.
Sebelumnya diketahui, Wali Kota Bogor Dedie A. Rachim telah memerintahkan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bogor, Denny Mulyadi, untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap manajemen keuangan RSUD Kota Bogor pasca beredarnya informasi krisis keuangan tersebut.
Data yang dihimpun menunjukkan, hingga tahun 2024 utang jangka pendek RSUD mencapai Rp93 miliar. Komposisi utang terbesar berasal dari pembelian obat-obatan sebesar hampir Rp47 miliar. Selain itu, terdapat utang belanja pegawai sebesar Rp2,7 miliar, jasa infrastruktur kesehatan Rp12,4 miliar, pemeliharaan gedung Rp2 miliar, serta jasa kebersihan dan pengelolaan sampah yang mencapai Rp1 miliar.
Kondisi ini membuat RSUD tidak mampu memenuhi kewajiban pembayarannya. Masalah bertambah parah ketika pada Juni 2025, utang RSUD meningkat menjadi Rp104 miliar. Padahal, aset lancar rumah sakit hanya tercatat sebesar Rp80 miliar. Dalam tahun 2024 saja, RSUD mencatatkan kerugian sebesar Rp35 miliar.
“Ya, saya perintahkan Pak Sekda untuk melakukan evaluasi dan melaporkan langsung ke saya hasilnya,” ujar Dedie, Selasa (29/7/2025). Dedie mengatakan, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan berdasarkan hasil evaluasi tersebut. “Kalau dilihat sepintas, ini masalah terkait efisiensi anggaran di internal RSUD Kota Bogor,” katanya.
Sementara, Sekda Kota Bogor, Denny Mulyadi menyebut persoalan ini berkaitan dengan tata kelola keuangan internal. “Sebetulnya ini hal yang biasa dalam manajemen. Kami sedang mendampingi dalam proses perbaikan tata kelola keuangannya,” ucap Denny.
Ia menambahkan bahwa struktur Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) RSUD tengah diproses dan piutang yang tertunggak sedang dalam penyelesaian. “Mudah-mudahan bisa stabil lebih cepat. Dari dulu piutang itu memang selalu ada,” pungkasnya. (Cky/)