Kabarindo24jam.com | Jakarta – Coba perhatikan etalase butik di sudut kota, atau feeds media sosial para anak muda hari ini. Celana cutbray, kemeja bermotif floral, hingga sepatu kets lawas ala 80-an kini kembali merajai. Tidak hanya soal gaya, fenomena “kembali ke tampilan jadul” ini mulai terasa gaungnya di berbagai lini ekonomi kreatif.
Tren ini tak sekadar bicara soal fesyen. Perabot rotan, radio kuno, kamera analog, hingga sepeda ontel kembali diburu. Kaum muda, yang sebagian besar bahkan lahir setelah era kejayaan barang-barang itu, justru menjadi pasar terbesarnya.
Wajah – wajah gen Z terlihat dominan dan menjadi tamu yang kini rutin berburu fashion vintage di Pasar Senen, Jakarta atau di tempat lain yang menawarkan barang bekas berkelas, atau thrifting dalam kekinian.
Fenomena ini membawa angin segar ke sektor usaha mikro dan kecil. Toko-toko barang antik, penjahit khusus modifikasi pakaian lama, hingga bengkel restorasi perabot lawas kebanjiran pesanan. Para pedagang di pasar loak hingga pelapak daring di e-commerce pun turut menikmati manisnya tren ini.
“Dulu sebulan paling laku lima set kursi rotan, sekarang bisa dua kali lipat. Banyak yang minta restorasi juga, biar tampilan tetap jadul tapi kokoh buat dipakai,” ujar Rahmat, pengrajin rotan di Cirebon.
Di sisi lain, geliat ini memicu munculnya event-event bertema vintage mulai dari bazar, pameran kamera analog, hingga festival musik retro. Semua jadi ajang transaksi sekaligus ruang bernostalgia.
Ekonom menyebut tren ini sebagai bentuk retrovation—inovasi berbasis masa lalu—yang mendorong ekonomi sirkular. Barang lama tak lagi dianggap usang, tapi justru punya nilai tambah berkat cerita dan keunikannya. Tren ini juga menekan limbah fesyen dan produk rumah tangga, sekaligus membuka peluang usaha baru.
Maka, jangan heran jika tampilan jadul kini justru jadi simbol keren dan berkelas. Dan siapa sangka, di balik nostalgia ini, denyut ekonomi rakyat kecil ikut menggeliat.