Kabarindo24jam.com | Jakarta – Indonesia kembali mencatatkan prestasi di mata dunia. Pada April 2025, dua kawasan baru yaitu Geopark Kebumen dan Geopark Meratus resmi masuk dalam daftar UNESCO Global Geopark (UGGp). Penetapan ini membuat Indonesia kini memiliki 12 geopark global, sebuah pencapaian besar yang mengukuhkan kekayaan geologi Nusantara di panggung internasional.
Namun prestasi ini bukanlah akhir. Justru menjadi awal dari potensi besar yang masih tersembunyi di berbagai penjuru negeri. Dari Sabang hingga Merauke, kekayaan bentang alam Indonesia siap menjadi kekuatan baru pariwisata berkelanjutan, sekaligus penggerak ekonomi lokal.
Geopark bukan sekadar tempat wisata indah. Melaikan kawasan yang melestarikan warisan geologi, menjadi sumber pembelajaran, dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Di dalamnya, konservasi, edukasi, dan pariwisata berjalan berdampingan.
Salah satunya Geopark Ciletuh di Jawa Barat yang menawarkan tebing purba, air terjun, hingga budaya lokal. Atau Geopark Kaldera Toba yang menyuguhkan pesona danau vulkanik terbesar di dunia. Belum lagi Rinjani dan Tambora di Nusa Tenggara yang sarat nilai sejarah dan geologi.
“Geopark bukan hanya menjaga alam, tapi juga menjaga warisan budaya, membuka lapangan kerja, dan memperkenalkan Indonesia ke dunia,” kata Rioberto Sidauruk, Tenaga Ahli di Komisi VII DPR RI.
Indonesia masih memiliki banyak kawasan geologi unggul yang belum diangkat menjadi geopark dunia. Seperti Geopark Ranah Minang di Sumatera Barat, Geopark Merapi di Jawa Tengah, dan Teluk Cenderawasih di Papua. Semua punya cerita geologi, budaya, dan alam yang layak dinikmati dunia.
Namun, potensi besar ini tidak akan berarti tanpa pengelolaan yang serius dan berkelanjutan. Pemerintah daerah diharapkan proaktif mengusulkan kawasan-kawasan potensial ke UNESCO, dengan memastikan standar konservasi dan pendidikan terpenuhi.
Makin dikenal, makin ramai pengunjung. Di sinilah tantangan muncul. Pariwisata yang tidak terkendali bisa merusak kawasan geopark. Batasan jumlah pengunjung, manajemen limbah yang baik, hingga penerapan prinsip ekowisata menjadi keharusan. Edukasi pada pengunjung dan pelibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan juga tak kalah penting.
“Geopark bukan sekadar kawasan wisata, tapi ruang hidup yang harus dijaga bersama. Jangan sampai hanya jadi sumber uang, tapi merusak masa depan,” tegas Rioberto.
Keberadaan geopark terbukti mampu mengangkat ekonomi masyarakat lokal. Mulai dari pemandu wisata, usaha kuliner lokal, kerajinan tangan, hingga homestay—semuanya ikut bergerak.
Namun, Rioberto mengingatkan bahwa pendapatan pariwisata harus digunakan kembali untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, seperti pendidikan, infrastruktur, dan layanan dasar.
Pemerintah pusat dan daerah, komunitas lokal, akademisi, dan sektor swasta harus duduk bersama. Dari perencanaan hingga pengawasan, semua harus bersinergi.
Jika dikelola dengan benar, geopark akan menjadi masa depan pariwisata Indonesia—pariwisata yang menjaga alam, mengangkat budaya, dan menghidupi masyarakatnya.
Dengan kekayaan geologi yang luar biasa dan masyarakat yang ramah, Indonesia punya semua modal untuk jadi pemimpin dalam wisata berkelanjutan. Geopark bukan hanya untuk hari ini, tapi investasi masa depan generasi mendatang.