Kabarindo24jam.com | Bogor Kota – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memenuhi janjinya untuk memperjuangkan nasib warga di tiga desa yang dijaminkan ke bank oleh pengusaha bermasalah. Langkah awalnya, Dedi menggelar pertemuan dengan tiga kepala desa (Kades) dari Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, pada Rabu (24/9/2025).
Pertemuan ini membahas status tanah 3 desa yang dilelang oleh Kejaksaan Agung di Desa Sukaharja dan Sukamulya serta yang disegel Kementerian Kehutanan di Desa Sukawangi. Pertemuan ini berlangsung di Gedung Badan Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan Wilayah (Bakorwil) I Jawa Barat di Kota Bogor.
Tampak tiga kepala desa (kades) asal Sukamakmur menghadiri pertemuan tersebut dengan sang gubernur yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi atau KDM itu. Tiga kepala desa tersebut adalah Kades Sukamulya Komar, Kades Sukaharja Atikah, dan Kades Sukawangi Budiyanto. Turut hadir tokoh masyarakat dari ketiga desa itu yang mengetahui sejarah tanah di wilayah tersebut.
Usai pertemuan, Gubernur Dedi mengaku telah menampung keluh kesah masyarakat terkait persoalan tanah-tanah tersebut. “Kalau melihat dari sejarah yang diceritakan oleh beberapa tokoh yang tadi ketemu saya, ada kemungkinan tanah-tanah yang dijaminkan ke Bank Indonesia itu berada di luar belanja dari pengusaha yang terjerat kasus hukum,” ungkapnya.
Dia menjelaskan tanah yang akan dilelang itu bukan lahan desa. Tetapi lahan warga yang diklaim oleh pengembang peternakan dan perkebunan pada waktu itu. “Perusahaan menjadikan lahan yang dia beli itu sebagai jaminan ke bank, sebagai jaminan pinjaman. Nah itu nanti dibuktikan aja di pengadilan, benar apa tidak sudah terjadi jual beli terhadap aset tanah tersebut,” tuturnya.
Untuk menyelesaikan persoalan ini, Dedi akan menerjunkan tim pengacara Provinsi Jawa Barat yang akan memvalidasi, memverifikasi, dan mengidentifikasi serta menjadi kuasa hukum dari seluruh warga desa. “Nanti yang berurusan dengan seluruh kepentingan yang ada di desa-desa itu tidak dengan masyarakat langsung, tetapi dengan tim kuasa hukum Pemprov Jawa Barat,” jelasnya.
Terkait dengan rencana pelelangan tanah, Dedi menegaskan bahwa proses itu baru bisa dilakukan manakala bukti kepemilikan sebagai jaminannya sah. “Nah, pertanyaannya adalah apakah bukti kepemilikan yang menjadi jaminan itu sah atau tidak,” cetusnya.
Sebelumnya pada Maret 2025, petugas dari Ditjen Gakkum Kementerian Kehutanan datang ke Desa Sukawangi, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, dan menempelkan stiker peringatan di sejumlah bangunan tanpa penjelasan yang jelas. Tak ayal, kabar desa akan dilelang pun menyebar luas di kalangan masyarakat.
Akan tetapi, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMDesa) Jawa Barat, Ade Afriandi, menyebut bahwa bukan Desa Sukawangi yang dimaksud. “Desa yang dilelang bukan Sukawangi, tapi Desa Sukaharja dan Desa Sukamulya, Kecamatan Sukamakmur,” jelas Ade, Senin (22/9/2025) lalu.
Ade menjelaskan, permasalahan ini bermula dari sengketa lahan sitaan BLBI atas nama terpidana Lee Darmawan K.H alias Lee Chin Kiat. Dokumen Desa Sukaharja mencatat bahwa pada 1983 Lee Darmawan, saat menjabat Direktur PT Bank Perkembangan Asia, memberikan pinjaman Rp 850 juta kepada PT Perkebunan dan Peternakan Nasional Gunung Batu.
Pinjaman tersebut dijaminkan dengan lahan adat seluas 406 hektare di Desa Sukaharja. “Tahun 1991, terbit Putusan Mahkamah Agung dalam Perkara No. 1622 K/PID/1991, turunan dari Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam No. 56Pid/B/1990/PN.JKT.BAR tentang Pidana Korupsi Tersangka Lee Chin Kiat, dan menyita lahan agunan PT. Perkebunan dan Peternakan Nasional Gunung Batu, dan luas tanah yg disita bertambah semula 406 Ha menjadi 445 Ha,” kata Ade.
Pada 1994, Satgas Gabungan BI dan Kejagung melakukan eksekusi, namun hasil verifikasi menemukan hanya sekitar 80 hektare lahan yang sesuai. Hal ini karena warga setempat tidak pernah benar-benar menjual tanahnya. Mereka hanya menerima tanda jadi dari pihak yang tidak dikenal.
Namun, pada 2019 hingga 2022, Satgas BLBI bersama BPN kembali mengeklaim 445 hektare lahan tersebut. Seluruh proses peralihan hak tanah, sertifikasi jual beli, hingga pajak bumi dan bangunan pun diblokir. “Tanpa mengindahkan hasil verifikasi tahun 1994 yang dilaporkan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta,” imbuh Ade. (Cky/*)