Kabarindo24jam.com – Jakarta — Aksi besar-besaran para pengemudi ojek online (ojol) yang mengguncang ibu kota kemarin, seolah jadi peringatan keras bagi pemerintah. Ribuan pengemudi berseragam jaket hijau dan warna identitas lain memenuhi jalanan, menyuarakan keluh kesah yang sudah lama terpendam,tarif yang tak manusiawi, sistem kerja yang makin menekan, hingga kesejahteraan yang makin jauh dari harapan.
Yang jadi sorotan, tuntutan mereka bukan hanya ditujukan pada aplikator seperti Gojek, Grab, dan perusahaan sejenis. Para ojol ini juga menagih janji negara: di mana keberpihakan pemerintah pada nasib mereka? Bukankah sudah ada Undang-Undang Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja yang katanya bisa jadi payung hukum untuk kesejahteraan pekerja digital?
Faktanya, hingga kini, status para pengemudi ojol masih menggantung: bukan karyawan, bukan juga mitra sepenuhnya. Celah ini dimanfaatkan aplikator untuk lepas tangan dari tanggung jawab kesejahteraan. Asuransi? Minim. Jaminan hari tua? Tak jelas. Kenaikan tarif? Seringkali hanya janji di udara.
“Pemerintah harus hadir. Bukan hanya jadi penonton saat rakyatnya berjuang sendirian melawan sistem,” ujar Andi (35), salah satu koordinator aksi demo, dengan suara penuh emosi.
Kini, pasca demo besar kemarin, masyarakat menunggu: apakah pemerintah akan tetap diam, atau mulai serius merancang regulasi yang berpihak pada jutaan pengemudi ojol yang setiap hari menggerakkan roda ekonomi digital?
Sudah saatnya UU Ketenagakerjaan maupun UU Cipta Kerja tak hanya jadi pajangan di lembaran negara. Ojol bukan sekadar ‘mitra’, mereka pahlawan ekonomi yang layak dilindungi. Semoga, semua pemangku kepentingan dapat segera mengambil langkah bijak dan tepat,agar mereka tidak merasa di gantung harapan (Ls/*)