Kabarindo.com | Banten – Di balik perbukitan dan tanah tandus di Kabupaten Lebak, Banten, tersimpan harta alam yang mempesona: Kalimaya, batu akik yang dikenal karena keindahan warnanya yang memancar layaknya pelangi. Tak heran, batu ini sering disebut sebagai “queen of opal” alias ratunya batu opal dari Indonesia.
Kalimaya berasal dari batuan opal yang terbentuk secara alami selama ribuan tahun di dalam perut bumi. Keunikan Kalimaya terletak pada bias cahaya warna-warni yang muncul di permukaannya saat terkena sinar. Biru, hijau, merah, kuning—semuanya seolah menari dalam satu batu kecil. Karena kemilau alaminya itu, Kalimaya tak hanya digemari kolektor batu akik Nusantara, tapi juga banyak diburu pasar internasional.
Di Banten, terutama di wilayah Kecamatan Maja dan Curugbitung, Kalimaya telah menjadi bagian dari budaya dan mata pencaharian warga. Para penambang tradisional menggali batu ini dengan penuh ketelitian, sebelum kemudian diolah para perajin menjadi cincin, liontin, atau perhiasan lainnya.
Yang menarik, Kalimaya Banten punya beberapa jenis yang jadi incaran para kolektor, seperti Kalimaya Kristal yang bening tembus cahaya, Kalimaya Black Opal yang berlatar gelap dengan semburat warna pelangi, serta Kalimaya Teh yang khas dengan warna cokelat keemasan.
Tak hanya indah, Kalimaya juga dipercaya menyimpan nilai filosofi dan magis. Banyak penggemar batu akik yang meyakini Kalimaya membawa keberuntungan, menjaga pemiliknya dari energi negatif, sekaligus menambah wibawa bagi siapa pun yang mengenakannya.
Sayangnya, keberadaan Kalimaya kini semakin langka. Eksploitasi tanpa kontrol dan maraknya batu sintetis di pasaran membuat batu asli Kalimaya Banten kian sulit ditemui. Karena itu, tak sedikit pegiat batu akik menyerukan pentingnya menjaga tambang Kalimaya agar tetap lestari dan berkelanjutan.
Sekilas Sejarah Kalimaya, Batu Mulia Asal Banten
Kalimaya sudah dikenal sejak era kolonial Belanda. Catatan sejarah menyebut, pada awal abad ke-19, penambang lokal di Lebak, Banten, menemukan batu mulia ini secara tidak sengaja saat menggali tanah untuk kebutuhan pertanian. Saat itu, Kalimaya hanya dianggap batu biasa, hingga para pedagang Tionghoa dan Eropa melihat keindahan bias cahayanya yang unik.
Sejak itulah Kalimaya mulai dikenal sebagai batu permata asal Banten. Pada masa itu, Kalimaya Banten bahkan sempat menjadi komoditas ekspor ke Eropa dan Timur Tengah. Batu ini dinilai setara dengan opal-opal dari Australia dan Meksiko, dua negara penghasil opal terbesar di dunia.
Nama “Kalimaya” sendiri diyakini berasal dari kata “kali” (sungai) dan “maya” (ilusi atau bayangan), merujuk pada kilauan warna-warni batu ini yang terlihat seperti ilusi di permukaan air.
Kini, meski tak lagi sepopuler era kejayaan batu akik beberapa tahun lalu, Kalimaya tetap menjadi ikon batu mulia Banten yang melegenda hingga mancanegara.