Rabu, 30 Juli 2025

Kebijakan Gubernur Dedi Soal Rombongan Belajar Dianggap Tidak Bijak

Kabarindo24jam.com | Cibinong – Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi mengeluarkan Keputusan Gubernur Jabar No. 463.1/Kep.323‑Disdik/2025 tentang Petunjuk Teknis Pencegahan Anak Putus Sekolah (PAPS) tingkat menengah. Substansinya, Gubernur menetapkan batas maksimal rombel (rombongan belajar) / kelas jadi 50 siswa (per kelas) “secara fleksibel dan bersifat darurat” yang berlaku mulai PPDB 2025.

Kebijakan Dedi Mulyadi yang populer dengan panggilan KDM ini pun sontak menjadi sorotan khalayak luas. Pro dan kontra pun merebak usai kebijakan ini diterapkan. Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Kabupaten Bogor salah satunya yang menilai bahwa kebijakan rombel 50 itu tidak bijak dan ngawur sehingga merugikan sekolah swasta.

“Kebijakan ini sangat merugikan sekolah swasta, karena terjadi penurunan jumlah siswa baru,” kata Ketua Umum BMPS Kabupaten Bogor Agus Sriyanta dalam keterangannya, Selasa (29/7/2025). Dia menyebutkan, kebijakan ini sangat berdampak secara psikologis dan sosial.

Secara psikologis, menurut dia, kebijakan ini membuat siswa-siswi tidak nyaman dalam proses belajar mengajar. “Ruangan kelas pastinya lebih sumpek. Ruangan yang biasanya diisi 36 orang dipaksakan untuk 50 orang,” ujar Agus.

Hal ini membuat kebutuhan ruang gerak siswa menjadi sangat sempit, bahkan ketersediaan oksigennya juga menjadi berkurang. “Ini jelas pelanggaran terhadap hak anak-anak. Mereka jadi tidak nyaman belajar. Bahkan ada anak yang pindah ke sekolah swasta karena tidak nyaman,” terang dia.

Sementara secara sosial, kebijakan ini membuat sekolah swasta terancam tutup karena kekurangan murid. “Kalau jumlah muridnya berkurang kasihan gurunya. Sekolah kan mengandalkan uang dari siswa untuk gaji guru,” jelas Agus yang juga pemilik Sekolah Islam Terpadu Al Madinah.

Tak hanya itu, guru juga akan kesulitan memenuhi kuota jam mengajar setiap hari sehingga berdampak pada sertifikasi. “Dampak sosial inilah yang tidak diperhitungkan oleh Gubernur Dedi Mulyadi saat membuat kebijakan ini,” katanya.

Atas hal tersebut, BMPS Kabupaten Bogor meminta agar kebijakan Gubernur Jawa Barat ini dievaluasi dan dicabut. “Kami minta, agar kebijakan ini dicabut agar tidak mengancam eksistensi atau keberlangsungan sekolah swasta,” imbuh Agus.

Terpisah, pengamat sosial dari Lembaga Studi Visi Nusantara Maju, Yusfitriadi, mengatakan kebijakan KDM ini sangat serampangan karena tidak didasarkan pada kajian matang. “Tidak ada dalam aturan manapun teknis pembelajaran satu kelas diisi dengan 50 siswa, maksimal 40 siswa itu untuk kelas besar,” kata Yusfitriadi.

Menurut dia, kebijakan Rombel 50 ini akan berdampak pada beberapa hal, missal proses belajar mengajar jadi tidak efektif. Proses pembelajaran dengan jumlah siswa yang overload dalam satu kelas tentu tidak akan efektif. “Daya tangkap siswa jadi terbatas, dan daya pengawasan guru juga tidak menjangkau keseluruhan,” paparnya.

Ketiga, kebijakan ini terkesan asal-asalan. Hal ini bisa menimbulkan persepsi sekolah gratis ini tidak memberikan kenyamanan. “Langkah ini dianggap sebagai solusi sementara oleh pemerintah. Namun di sisi lain, banyak pihak mempertanyakan efektivitas dan dampaknya terhadap kualitas Pendidikan. Saya kira kebijakan ini memang tidak dikaji secara matang,” imbuh Yusfitriadi. (Cky/*)

redaksi
redaksihttps://kabarindo24jam.com
Redaksi media Kabarindo24jam.com

Latest news

- Advertisement -spot_img

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini