Kabarindo24jam.com,Papua – Aroma perang kembali menguar dari rimba belantara Papua. Kelompok bersenjata yang menamakan diri Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) atau yang lebih dikenal dengan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) melempar ancaman terbuka terhadap militer Indonesia.
Melalui siaran pers yang dirilis Minggu malam (18/05/2025), TPNPB-OPM secara gamblang menyatakan dimulainya operasi militer besar-besaran di wilayah adat Lapago, Papua Pegunungan. Tak tanggung-tanggung, 13 batalion tempur telah disiagakan, lengkap dengan tiga komando wilayah pertahanan (Kowip) di bawah kendali Kodap III Ndugama Derakma.
“Semua pasukan telah disiapkan untuk bertempur melawan militer Indonesia di wilayah adat kami. Kami tidak akan mundur,” tegas Juru Bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom, Senin (19/05/2025), kepada Tribun-Papua.com.
Pernyataan ini tidak hanya merupakan deklarasi perang, tapi juga seruan menantang balik kekuatan negara. Di bawah komando tokoh-tokoh perlawanan seperti Jenderal Goliath Tabuni dan Letjen Melkisedek Awom, KKB menyatakan bahwa konflik bersenjata telah memasuki babak baru yang lebih sistematis dan terorganisir.
Tak berhenti pada ancaman militer, TPNPB-OPM juga mengeluarkan sederet instruksi kontroversial yang menyasar masyarakat sipil dan organisasi non-militer:
- Jenazah prajurit TNI yang tewas di Kurima harus dievakuasi paling lambat Senin (19/05/2025), atau seluruh aktivitas di Kali Baliem dan Wamena akan dibekukan.
- Semua kendaraan umum di jalur Yalimo, Tolikara, Lani Jaya, dan Nduga wajib membuka kaca jendela, tanpa tirai atau penutup.
- Pengendara motor dilarang menggunakan helm atau atribut yang menyerupai militer/TPNPB.
- HP warga yang melintas di wilayah konflik akan disita.
- Warga Papua dilarang menerbangkan pesawat di area konflik—dengan ancaman tembak di tempat.
- Semua senjata Kodap III diklaim sudah siaga di Wamena dan siap digerakkan kapan saja.
Mereka menyebut ini sebagai “perintah resmi operasi”, bukan hanya gertakan kosong. Meski demikian, secara paradoksal, TPNPB juga menyerukan agar masyarakat mematuhi hukum humaniter internasional dalam konflik bersenjata ini.
Pemerintah pusat hingga kini belum mengeluarkan respons resmi terhadap eskalasi terbaru ini. Apakah negara akan membalas dengan kekuatan penuh, atau kembali mendorong pendekatan dialog pun belum terjawab.
Satu hal yang pasti—situasi di Papua kembali memanas. Dan kali ini, TPNPB-OPM tidak berbicara dalam sandi atau isyarat. Mereka bicara dengan bahasa perang dan tantangan langsung.