Kabarindo24jam.com | Jakarta -Konglomerat bisnis minyak Indonesia yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah pada PT Pertamina, Subholding, dan KKKS periode 2018–2023, Moh Riza Chalid, mangkir dari panggilan pertamanya sebagai tersangka. Karenanya, Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menjadwalkan ulang pemeriksaannya.
“Yang bersangkutan sudah dipanggil yang pertama, pada hari Kamis 24 Juli lalu, tapi tidak hadir dan tidak ada konfirmasi,” ujar Kapuspenkum Kejagung RI, Anang Supriatna, Minggu (27/7/2025). Oleh karena itu, tim penyidik Jampidsus Kejagung menjadwalkan ulang pemanggilan pemeriksaan terhadapnya untuk kedua kalinya.
Ia menerangkan penyidik juga masih menelusuri keberadaan Riza Chalid, yang diketahui berada di luar negeri. Ia belum ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) dalam kasus tersebut karena penyidik masih melakukan tahapan sesuai prosedur hukum yang berlaku.
“Sampai saat ini masih kita sesuaikan dengan hukum acara. Kita panggil dahulu secara aturannya, setelah itu baru kita akan mengambil tindakan-tindakan yang dirasakan perlu untuk penegakan hukum,” ujarnya.
Terkait keberadaan Riza Chalid, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) memastikan tersangka dugaan korupsi tata kelola minyak mentah, Muhammad Riza Chalid (MRC), saat ini berada di Malaysia dan diduga telah menikah dengan kerabat dari keluarga sultan di Negeri Jiran.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, menyampaikan bahwa pernikahan tersebut diperkirakan telah berlangsung sejak empat tahun lalu, dengan kerabat keluarga bangsawan dari salah satu negara bagian di Malaysia. “Saya memastikan Riza Chalid ada di Malaysia. Ia diduga menikah dengan kerabat sultan dari negara bagian, Di Malaysia ada dua sultan yakni negara bagian J dan K,” kata Boyamin.
Menurut Boyamin, Riza Chalid saat ini lebih banyak menetap di wilayah Johor, Malaysia. Informasi yang diungkapkan Boyamin itu juga terucap dari sumber Beritasatu.com di internal penegak hukum Kejaksaan. Diduga Riza Chalid berada di Johor dan menikah dengan kerabat Sultan Kelantan.
Sementara itu, pakar hukum pidana dari Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho mengatakan Kejagung harus segera menyita aset yang dimiliki tersangka impor minyak mentah, Riza Chalid. Jangan sampai ada kesempatan Riza Chalid mengalihkan asetnya kepada pihak lain.
“Karena sudah masuk DPO (Daftar Pencarian Orang) ya harus segera melakukan sita asetnya. Kecepatan kejaksaan sangat penting, sebelum aset dilimpahkan ke pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” ungkap Hibnu.
Pemerintah melalui Kejagung, kata Hibnu, dalam proses hukum korupsi tidak hanya mengejar para pelakunya, tetapi sudah mengejar aset koruptor untuk mengembalikan kerugian negara yang hilang. Hibnu mengatakan penetapan Riza Chalid sebagai tersangka kasus impor minyak mentah memiliki nilai yang sangat strategis.
Sebab ia merupakan salah satu pemain minyak pertama atau raja minyak pertama, sehingga mengetahui seluk beluk dan mekanisme kecurangan dalam impor minyak dari masa presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Jokowi, maupun Prabowo.
“Menurut hemat kami, kayaknya kemungkinan dia sebagai aktornya. Nah ini yang menjadi problem, apakah sebagai aktor ataukah turut serta. Tapi paling tidak kita sebagai orang awam melihatnya sebagai pemain lama, broker minyak lama,” ungkap Hibnu. (Cky/*)