JAKARTA – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen Pol Firli Bahuri memastikan pihaknya bakal melanjutkan kasus suap pengadaan bantuan sosial (bansos) covid-19 Kementerian Sosial, khususnya terkait aliran dana kepada tim audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Statement penting dari pihak KPK ini merupakan respon atas munculnya fakta baru dalam tuntutan terdakwa Matheus Joko Santoso dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (13/8/2021) lalu. Dalam tuntutan itu, disebutkan adanya sejumlah pemberian uang haram kepada tim audit BPK.
“Terkait dengan keterangan di persidangan peradilan, tentu jaksa penuntut umum mendengar dan memperhatikan seluruh keterangan, selanjutnya kami akan melakukan analisis mendalami terkait fakta-fakta hukum berdasarkan keterangan para saksi dan alat bukti,” kata Ketua KPK Firli Bahuri kepada wartawan, di Jakarta, Minggu, (15/8/2021).
Namun mantan Kapolda Sumsel itu menyatakan pihaknya bakal menindaklanjuti temuan tersebut setelah ada putusan hakim soal kucuran uang suap ke tim audit BPK itu. “Berikutnya kita tunggu pertimbangan majelis hakim di dalam putusannya nanti, jadi kita tunggu selesai persidangan,” kata dia.
Firli mengatakan pihaknya tidak akan gegabah menjerat pihak-pihak yang diduga terlibat. Penyidik, kata dia, berpegang teguh kepada asas tugas pokok KPK, salah satunya mengumpulkan dua alat bukti yang cukup untuk menyeret pihak-pihak itu, terutama tim audit BPK ke ruang penyidikan.
“Oleh karena itu pengembangan perkara ini tetap dapat dimungkinkan dan tentu KPK akan menetapkan pihak lain sebagai tersangka sejauh dalam pertimbangan putusan nanti setelah kami pelajari ternyata berdasarkan bukti permulaan yang cukup tersebut ada keterlibatan pihak lain,” tegasnya.
Sebelumnya, JPU KPK menyebut uang suap yang diterima dari perusahaan penyedia paket bansos covid-19 mengalir ke tim audit BPK. Hal itu diungkap JPU dalam nota tuntutan terhadap terdakwa Matheus Joko Santoso.
“Selain itu terdakwa dan Adi Wahyono juga menggunakan uang fee tersebut untuk Galung, tim audit BPK pada Juni 2020 sebesar Rp100 juta, dan kepada Yonda yang merupakan utusan BPK pada Juli 2020 dengan uang tunai dalam USD senilai Rp1 miliar,” kata Jaksa Ikhsan Fernandi di persidangan.
Sementara itu, dalam tuntutannya, terdakwa sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso dituntut penjara delapan tahun dan denda Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan. Jaksa juga meminta hakim memberikan hukuman pidana pengganti ke Matheus sebesar Rp 1,56 miliar.
Uang itu wajib dibayarkan dalam waktu sebulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Jika terdakwa tidak membayarkan uang pengganti dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. (***/CP)