Kabarindo.com | Kediri – Berawal dari viralnya unggahan Gigih Ferdian di sosial media yang menarasikan bahwa PT Gudang Garam bangkrut, masyarakat ramai membicarakan tentang nasib salah satu pabrik rokok terbesar di Indonesia itu. Faktanya,meski tengah menghadapi tekanan berat akibat penurunan laba hingga 91% dalam lima tahun terakhir, PT Gudang Garam Tbk (GGRM) dinilai belum berada di ambang kebangkrutan. Raksasa rokok asal Kediri ini memang tengah dirundung awan kelabu, namun bukan tanpa peluang untuk bangkit.
Penurunan signifikan laba bersih dari Rp10,8 triliun pada 2019 menjadi hanya Rp981 miliar di tahun 2024, sebagian besar dipicu oleh kenaikan tarif cukai rokok yang berdampak langsung pada daya beli konsumen. Selain itu, maraknya rokok ilegal memperburuk situasi dengan memotong pangsa pasar rokok legal seperti Gudang Garam.
Akibatnya, perusahaan bahkan dua tahun berturut-turut absen membeli tembakau dari Temanggung, wilayah sentra tembakau yang selama ini menjadi mitra utama. Keputusan ini memicu kekhawatiran petani tembakau dan melemahkan harga pasar di daerah.
Namun, terlepas dari tekanan itu, potensi penyelamatan Gudang Garam tetap terbuka lebar. Berikut alasannya:
- Arus Kas Masih Hidup
Meskipun laba menyusut tajam, Gudang Garam masih beroperasi aktif. Produksi dan distribusi rokok tetap berjalan, menandakan adanya arus kas operasional—indikasi penting bahwa perusahaan belum mengalami kegagalan likuiditas. Aset dan Skala Besar
Dengan lebih dari 40.000 pekerja dan 3.000 karyawan tetap, Gudang Garam memiliki infrastruktur bisnis dan aset operasional yang sangat besar. Pabrik-pabriknya tersebar di atas lahan lebih dari 100 hektare, memberikan fondasi yang kuat untuk bertahan di tengah tekanan pasar.Manajemen yang Konservatif
Tidak seperti banyak perusahaan besar yang tergelincir karena beban utang, Gudang Garam selama ini dikenal berhati-hati dalam mengelola keuangan. Pendekatan konservatif ini memberi ruang gerak untuk menghadapi krisis tanpa terseret ke jurang likuidasi.Kontribusi Strategis ke Negara
Gudang Garam adalah kontributor besar bagi negara lewat pembayaran cukai rokok yang rutin menembus Rp100 miliar per tahun. Status ini memberikan nilai strategis tersendiri yang bisa menjadi pertimbangan pemerintah dalam menjaga keberlangsungan industri.
Meski begitu, penyelamatan Gudang Garam tetap memerlukan langkah cepat dan strategis, mulai dari diversifikasi produk, adaptasi teknologi, hingga dorongan untuk reformasi regulasi demi mengendalikan rokok ilegal.
Jika tidak, bukan tidak mungkin kerugian makin dalam, dan legenda industri rokok nasional ini benar-benar akan “padam”. Saat ini, kesempatan masih ada. Tinggal bagaimana manajemen Gudang Garam meracik strategi untuk mengubah arus sebelum benar-benar terlambat.