Kabarindo24jam.com | Cibinong – Sore itu hujan baru saja reda di Cibinong. Udara dingin merambat lembut ke sela-sela jendela kaca Gedung DPRD Kabupaten Bogor. Saya datang tanpa janji resmi, hanya membawa satu nama dalam pikiran: H. Lukmanudin Ar-Rasyid. Ketua Badan Kehormatan Dewan. Seorang petahana dari PKB yang konon dikenal sederhana, ramah, dan selalu terbuka.
Biasanya, tokoh dewan dengan posisi seperti itu identik dengan ruang kerja yang penuh protokol, ajudan yang memfilter tamu, atau bahasa yang terlalu berhati-hati. Tapi kali ini saya justru disambut langsung oleh beliau sendiri di depan pintu. Senyumnya hangat, wajahnya bersahabat, dan jabat tangannya—kukuh tapi merunduk.
“Silakan duduk kang, kita ngobrol santai saja, seperti saudara,” katanya sambil menunjuk kursi tamu yang berseberangan dengan mejanya yang sederhana. Tak ada jarak. Tak ada sekat. Hangatnya kopi yang disajikan seperti mencerminkan sikap dan pribadinya: tak pernah menggantungkan relasi pada jabatan.
Dengan sikap hangatnya, kami begitu mudah tenggelam dalam percakapan: soal warga Cibungbulang yang mengeluhkan saluran irigasi, tentang para pemuda di Dramaga yang sedang ia dorong agar punya pelatihan kerja mandiri, dan tentang sekelompok ibu-ibu di Pamijahan yang baru saja mengembangkan usaha rumahan berbasis UMKM.
“Kadang masyarakat itu tak butuh janji besar. Mereka hanya ingin didengar, ditemani, dan diperjuangkan,” katanya. Kalimat itu seperti benang merah yang menjelaskan kenapa ia bisa meraih suara terbanyak di Dapil IV pada Pemilu 2024. Bukan karena baliho besar atau mesin partai, melainkan karena jejak langkah yang nyata dan suara yang tulus menyapa.
Berpolitik dengan Adab
Di DPRD Kabupaten Bogor, Lukmanudin menjabat di Komisi II. Tapi tugasnya tak berhenti di sana. Ia juga dipercaya memimpin Badan Kehormatan Dewan—sebuah lembaga internal yang mengawasi etika dan sikap para anggota dewan. Posisi yang kadang panas dan tak nyaman. Namun di tangannya, lembaga ini justru menjadi ruang pembelajaran.
“Menegur itu boleh, tapi harus dengan cara yang benar. Saya tidak ingin BKD jadi ruang menghukum. Ini harus jadi ruang memulihkan,” ujarnya mantap. Ia tak pernah membesar-besarkan kesalahan kolega. Tidak juga membuka aib di ruang publik. Baginya, kehormatan seseorang, termasuk wakil rakyat, tetap harus dijaga dengan cara yang bermartabat.
Ia tidak hanya mengedepankan aturan, tapi juga hati. Ia meyakini, Kabupaten Bogor hanya akan tumbuh menjadi daerah yang kuat jika dibangun di atas pondasi yang berkeadaban. Itulah sebabnya ia mengusung semangat “Menjadikan Kabupaten Bogor yang Berkeadaban” bukan sebagai slogan politik, tetapi filosofi hidup.
Antara Politik dan Qasidah
Tapi siapa sangka, di balik sosok politisi yang tegas dan sabar itu, tersembunyi seorang seniman ruhani. H. Lukmanudin Ar-Rasyid juga menjabat sebagai Ketua DPD LASQI Nusantara Jaya—lembaga seni yang mengembangkan seni qasidah dan budaya Islami. Ia melihat qasidah bukan sekadar hiburan religi, tapi bagian penting dari dakwah dan pembangunan jiwa masyarakat.
“Seni Nuansa Islam bukan hanya soal keindahan visual,” jelasnya dengan semangat. “Ia adalah sarana dakwah yang efektif, membawa pesan-pesan kebaikan, menyentuh hati lewat syair, bukan ceramah.”
Ia aktif mendorong para seniman lokal untuk berkarya. Dari desa ke desa, dari panggung kecil ke aula kecamatan, LASQI Nusantara Jaya di bawah kepemimpinannya mulai menggeliat. Ia bahkan mendesain pelatihan rutin agar generasi muda tidak kehilangan rasa pada nilai-nilai luhur yang terkandung dalam seni qasidah.
Baginya, politik dan budaya bukan dua dunia yang bertentangan. Justru saling melengkapi. Yang satu bicara struktur dan kebijakan, yang satu bicara nurani dan harmoni.
Kembali ke Rakyat
Ketika saya hendak pamit, hujan kembali turun. Pelan. Seperti ritme kehidupan Kabupaten Bogor sore itu. Ia mengantar saya hingga ke pintu, tanpa ajudan. Di lorong sempit itu, ia menoleh dan berkata, “Kita ini cuma alat. Yang punya kuasa sejatinya adalah rakyat. Maka jangan pernah merasa tinggi saat dipercaya.”
Kalimat itu tak saya jawab. Saya hanya mengangguk, pelan. Dan dalam diam saya sadar: tak banyak politisi yang benar-benar seperti ini.
H. Lukmanudin Ar-Rasyid bukan politisi yang haus sorotan. Ia bukan pemburu panggung. Tapi ia adalah wajah dari politik yang bersahaja, yang bekerja dalam diam tapi berdampak dalam. Yang membawa aspal dan pupuk ke desa, tapi juga membawa nilai dan adab ke gedung dewan.
Dan selama rakyat terus percaya, ia berjanji akan terus berjalan. Bekerja. Mengabdi.
Karena baginya, kekuasaan bukan mahkota. Itu hanya kesempatan. Untuk menyentuh lebih banyak hati. Dan membangun Bogor dengan akhlak, bukan sekadar angka.