TRIPOLI – Di tengah seruan Dewan Keamanan PBB agar semua pasukan asing dan kelompok tentara bayaran meninggalkan tanah Libya, sekelompok milisi bersenjata berulangkali muncul sebagai isyarat mereka masih eksis walaupun pemerintahan persatuan telah dibentuk.
Terakhir pada Jumat (7/5) dan Sabtu (8/5/2021), belasan orang bersenjata api menggelar unjuk kekuatan di sebuah lokasi di Ibukota Tripoli yang selama ini menjadi markas besar Dewan Kepresidenan Libya yang tengah berupaya menyatukan semua faksi politik di Libya.
Kantor berita internasional, Aljazeera, Sabtu (8/5/2021), melaporkan bahwa Juru bicara dewan kepresidenan Najwa Wheba membenarkan orang-orang bersenjata mendatangi markas Dewan Kepresidenan. Namun aksi itu tidak berdampak karena dewan tidak bekerja pada Jumat itu.
Dewan Kepresidenan dan Pemerintah Persatuan Nasional saat ini berjuang keras menghadirkan perdamaian dan persatuan rakyat, namun mereka terus menghadapi konflik internal dan tantangan terhadap otoritas mereka.
Di Libya timur, Haftar dan Tentara Nasional Libya (LNA) masih memegang kendali hampir setahun setelah serangan 14 bulan mereka untuk merebut ibu kota runtuh. Di Tripoli, kelompok bersenjata yang mendorong Haftar kembali dari ibu kota dengan dukungan Turki masih menguasai jalan-jalan.
Sementara itu, tentara bayaran asing masih tetap bercokol di kedua sisi garis depan yang dijaga ketat, meskipun ada seruan internasional bagi pihak yang bertikai untuk menarik mereka dari negara itu.
Diketahui, gencatan senjata di Libya yang disepakati pada Oktober 2020 lalu telah menciptakan pemerintahan gabungan, yang dipimpin Perdana Menteri Abdul Hamid Dbeibah dan dewan kepresidenan, sebagai bagian peta jalan PBB untuk pemilihan Desember 2021 mendatang.
Pemerintah persatuan sementara akhirnya terbentuk pada Maret lalu, menggantikan pemerintahan saingan di timur dan barat, dan bertujuan untuk membawa Libya ke pemilihan umum yang demokratis guna menghasilkan pemerintahan yang sah dan diakui.
Untuk mewujudkan suasana kondusif sampai ke Pemilu nanti, Kepala pemerintah persatuan Libya berharap ribuan tentara bayaran asing akan segera mundur dari negara itu dan semua kelompok bersenjata konsisten mengikuti kesepakatan yang telah dibuat.
Perdana Menteri Libya Abdul Hamid Dbeibah mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Al Jazeera Arabic belum lama ini, setelah diskusi dengan beberapa negara, terdapat tanda-tanda harapan kelompok bersenjata asing yang berjumlah 20 ribu personil akan meninggalkan Libya.
Seperti diketahui, Libya jatuh ke dalam kekacauan setelah penguasa diktator lama Muammar Gaddafi digulingkan dan dibunuh dalam pemberontakan yang didukung NATO pada 2011 silam. Setelah kematian Gaddafi, Libya terperangkap dalam perang saudara bertahun-tahun. (***/Rtr/CP)