Site icon Kabarindo24jam.com

Modus Korupsi Kepala Daerah, Jualan Proyek, Jual Beli Jabatan dan Suap Perizinan

Korupsi Liputan 6

Kabarindo24jam.com | Jakarta
Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya menjadi satu dari sejumlah Kepala Daerah yang terciduk dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus Korupsi Kepala Daerah di tanah air yang berulangkali terjadi ini seolah menjadi penyakit akut, padahal modus korupsi yang dijalankan oleh para Kepala Daerah hampir selalu sama.

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gajah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman, mengungkap bahwa kasus korupsi para Kepala Daerah akan terus berulang lantaran akar masalahnya tidak pernah dibenahi, yaitu sistem politik yang berbiaya tinggi dan lemahnya pengawasan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Inspektorat Kementerian Dalam Negeri dan lembaga penegak hukum.

Ia menyebut modus korupsi yang dilakukan kepala daerah akan tetap serupa. Modusnya meliputi jualan paket pengadaan barang/jasa (proyek) dengan menunjuk rekanan tertentu yang dimenangkan dengan trik khusus, jual-beli jabatan, suap perizinan, serta korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

“Korupsi kepala daerah ini akan terus terjadi atau terulang. Itu disebabkan sistem politik nasional belum berubah, maka korupsinya juga tidak akan reda, tidak akan hilang. Bahkan, ke depan masih akan ada lagi kepala daerah yang melakukan korupsi,” kata Zaenur dalam keterangannya yang dikutip pada Jumat (12/12/2025).
Zaenur lantas menyoroti dua faktor utama pendorong korupsi kepala daerah.

Pertama, kebutuhan mengembalikan modal politik. Korupsi terjadi karena tingginya biaya politik (high cost political) dalam proses Pilkada. Di mana, kepala daerah membutuhkan modal untuk memenangkan kontestasi yang kemudian harus dikembalikan melalui praktik korupsi.

Faktor kedua, lanjut Zaenur, yaitu lemahnya pengawasan. Di mana, kepala daerah hampir tidak pernah diawasi secara substantif. DPRD yang seharusnya menjadi lembaga pengawas, sering kali menjadi bagian dari masalah karena ikut terlibat dalam praktik korupsi, seperti korupsi dana Pokok Pikiran (Pokir) atau Bantuan Keuangan Khusus (BKK).

Zaenur kemudian menyebut solusi mendasar untuk memutus rantai korupsi kepala daerah adalah dengan mendesain ulang sistem pemilihan. Pemerintah perlu mengubah desain sistem pemilihan kepala daerah agar biayanya semakin murah.
Sebagian besar pengeluaran biaya politik harusnya ditanggung oleh negara, sementara kontestan hanya perlu membawa badan. Hal ini juga mencakup mengubah metode kampanye agar diselenggarakan oleh penyelenggara pemilu.

Solusi kedua ialah reformasi sistem kepartaian. Ia mengatakan penting dilakukan reformasi sistem kepartaian untuk agenda demokratisasi internal parpol. “Salah satu solusinya adalah merevisi Undang-Undang Pemilu untuk mengatur pendanaan partai politik yang lebih transparan,” kata dia.

Solusi ketiga ialah redesain sistem pengawasan. Sebab selama ini, lembaga pengawasan internal seperti Inspektorat tidak berguna karena desain kelembagaannya yang lemah. Inspektorat berada di bawah kepala daerah dan bertanggung jawab kepada kepala daerah yang sama, sehingga mustahil mereka mengawasi.

“Karena itu perlu redesain dari pemerintah. Ke depan, sebaiknya inspektorat tidak dipilih dan tidak bertanggung jawab kepada kepala daerah. Dengan demikian, Inspektorat akan lebih berani dan tegas dalam melaksanakan pengawasan internal Pemerintahan Daerah,” imbuh Zaenur. (Cky/*)

Exit mobile version