Kabarindo24jam.com | Jakarta – Jagat media sosial ramai membicarakan beredarnya foto yang memperlihatkan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka duduk bersama Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet), Silfester Matutina. Foto itu menimbulkan banyak pertanyaan, mengingat Silfester saat ini dikabarkan berstatus buronan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan.
Unggahan foto tersebut salah satunya muncul di akun Facebook politikus PDIP, Mohamad Guntur Romli, pada Minggu (5/10/2025). Dalam unggahannya, Guntur menulis, “Foto kapan ini Silfester?”—sebuah pertanyaan yang kini juga ramai dilontarkan publik untuk mencari kejelasan waktu dan konteks pengambilan gambar tersebut.
Dalam foto yang viral itu, tampak Gibran mengenakan kaus hitam polos, sementara Silfester terlihat memakai kemeja putih dan celana jeans biru. Keduanya tampak bersama beberapa orang di dalam kabin pesawat.
Beredarnya foto ini kemudian kembali menyeret perhatian publik pada kasus hukum Silfester Matutina. Ia diketahui pernah tersandung perkara dugaan fitnah terhadap Jusuf Kalla saat berorasi pada tahun 2017 lalu.
Kasus tersebut membuat Silfester dijatuhi hukuman satu tahun penjara di pengadilan tingkat pertama, dan diperberat menjadi 1,5 tahun oleh Mahkamah Agung melalui putusan kasasi Nomor 287 K/Pid/2019 tertanggal 20 Mei 2019.
Pada pertengahan Agustus 2025, Silfester disebut mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun majelis hakim menolak dan menyatakan permohonannya gugur.
Seiring viralnya foto tersebut, publik mulai mempertanyakan keseriusan aparat Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam mengeksekusi terpidana Silfester. Beberapa pihak menduga ada kepentingan tertentu yang membuat pelaksanaan eksekusi seolah tertunda.
“Kejaksaan harus menyampaikan penjelasannya kepada masyarakat terkait belum dieksekusinya terpidana, sebab ini memang tugas kejaksaan. Jadi kendala atau kesulitannya harus disampaikan, apakah terpidananya sakit, kabur atau bagaimana,” ujar pakar hukum pidana, Abdul Fickar Hadjar, Senin (6/10/2025) di Jakarta.
Menurutnya, profesionalitas aparat kejaksaan sangat dipertaruhkan dalam penanganan kasus ini. Keterlambatan eksekusi tanpa penjelasan resmi bisa memicu penilaian negatif terhadap penegakan hukum di Tanah Air.
“Karena itu, desakan publik untuk mengevaluasi pejabat-pejabat di Kejaksaan Agung merupakan bentuk kekecewaan yang sangat wajar. Dan ini sikap yang buruk bagi penegakan hukum di Indonesia,” tegas Abdul Fickar.
Meski demikian, hingga berita ini diturunkan belum ada keterangan resmi dari pihak Istana maupun Kejaksaan Agung terkait kebenaran foto yang beredar. (Ls*/)