JAKARTA — Organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) akan menggelar Muktamar ke-34 pada 23-25 Desember 2021 di Lampung. Salah satu agendanya, ialah pemilihan Ketua Umum Pengurus Besar NU periode 2021-2026 yang pastinya akan berlangsung seru dan penuh dinamika.
Namun tentu banyak orang yang ingin mengetahui mekanisme atau cara memilih Ketua Umum (Ketum) PBNU nanti. Khusus untuk Ketum atau Ketua Tanfidziyah, dipastikan melalui mekanisme voting oleh pemilik suara, yaitu Pengurus Wilayah (Provinsi) dan Pengurus Cabang (Kota dan Kabupaten).
Sekretaris Jendral PBNU Helmy Faishal mengatakan dalam pemilihan Ketum nanti, akan digunakan sistem voting. “Ya, (pemilihan menggunakan voting),” kata Helmy saat dikonfirmasi wartawan, Minggu (10/10/2021).
Ia menjelaskan awalnya pemilihan Ketum PBNU dalam Muktamar ke-34 direncanakan menggunakan mekanisme Ahlul Halli wal Aqdi (ahwa) atau musyawarah. Namun, keputusan ini dibatalkan. Sehingga pemilihan Ketum PBNU dilakukan melalui voting.
“(Pembahasan pemilihan ketua tanfidziyah melalui ahwa) Tidak disetujui dan kita lakukan secara voting. 19 suara setuju, dua menolak, dan tiga memberikan alternatif,” kata Helmy.
Dan untuk pemilihan Rais Aam dan Rais Syuriyah di semua tingkatan tetap melalui ahwa. Keputusan ini sudah disepakati perwakilan atau utusan PWNU se Indonesia.
Sementara itu, Ketua Panitia Munas Alim Ulama-Konbes PBNU, Juri Ardiantoro, menerangkan pemilik suara ialah PWNU dan PCNU. Menurut dia, jumlah pemilih paling sedikit mencapai 514 orang. Sebab, jumlah kabupaten dan kota di Indonesia saja sudah mencapai 514, kemudian ditambah 34 provinsi.
“Pemilik suara ya pengurus wilayah provinsi dan pengurus cabang kabupaten atau kota. Jumlah kabupaten kota saja 514 ada yang pengurus cabang NU-nya lebih dari satu di kabupaten,” kata Juri. (***/Ded)