Senin, 29 September 2025

Percepat Penyelesaian Konflik Agraria, DPR Bentuk Badan Khusus

Kabarindo24jam.com | Bogor – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) berkomitmen untuk mempercepat penyelesaian konflik agraria di Indonesia. Salah satunya yakni melalui Pansus yang akan didorong untuk bisa ditetapkan pada penutupan masa persidangan pada tanggal 2 Oktober 2025.

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyatakan untuk kali pertama, DPR akan mendorong pemerintah untuk mempercepat kebijakan satu peta dan merapikan desain tata ruang di wilayah NKRI. Kedua, DPR mendorong pemerintah untuk membentuk badan penyelesaian pelaksana reforma agraria.

“Ketiga, DPR akan membentuk Pansus penyelesaian konflik agraria yang akan ditetapkan pada akhir masa persidangan, 2 Oktober 2025,” ujar Sufmi Dasco dalam keterangan persnya dikutip pada Kamis (25/9/2025).

Diketahui sebelumnya, Dasco dan pimpinan DPR melakukan pertemuan dengan beberapa Menteri serta audiensi DPR RI mendengarkan masukkan terkait strategi percepatan pelaksanaan reforma agraria dengan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dan Serikat Petani Pasundan (SPP) di Senayan, Jakarta, Rabu (24/9/2025).

Sementara itu, Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menilai momentum Hari Tani Nasional tidak hanya sebagai peringatan, tetapi juga sebagai pengingat bahwa agenda reforma agraria hingga kini belum dijalankan secara serius.

“Setiap 24 September kami menyampaikan aspirasi melalui aksi, tidak hanya di Jakarta tapi juga di berbagai daerah. Kami ingin mengingatkan pimpinan DPR dan pemerintah bahwa sampai sekarang reforma agraria tidak kunjung dijalankan. Padahal tanpa itu, cita-cita Pasal 33 UUD 1945 tidak akan pernah terwujud,” tegas Dewi.

Ia menyebut, KPA telah mendorong agenda reforma agraria selama 31 tahun, termasuk menyerahkan data prioritas seluas 1,7 juta hektar kepada Presiden. Namun, ketimpangan penguasaan tanah masih tajam, sementara jutaan petani gurem tidak tersentuh kebijakan.

“Krisis agraria masih berlangsung. Ada 17 juta lebih petani gurem, sementara tanah dikuasai PTPN, BUMN, swasta, hingga proyek strategis nasional. Gugus Tugas Reforma Agraria pun tidak bekerja optimal menyelesaikan konflik maupun mengoreksi ketimpangan,” jelasnya.

Dewi juga menekankan pentingnya badan pelaksana reforma agraria yang bersifat lintas sektor dan ad-hoc, dengan melibatkan gerakan masyarakat sipil, serikat petani, serta masyarakat adat.

“Badan ini harus bekerja partisipatif, bukan tertutup. Fokus utamanya adalah redistribusi tanah, penyelesaian konflik agraria, dan pengembangan ekonomi pasca konflik. Tanpa itu, reforma agraria hanya menjadi jargon,” imbuhnya. (Cky/*)

redaksi
redaksihttps://kabarindo24jam.com
Redaksi media Kabarindo24jam.com

Latest news

- Advertisement -spot_img

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini