Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Puan Maharani menekankan pentingnya verifikasi data dalam pelaksanaan program bantuan sosial (bansos). Ia mengingatkan proses verifikasi data yang akurat dan terkini harus menjadi diutamakan Pemerintah sebelum mengambil keputusan untuk mengubah atau melanjutkan suatu program bantuan.
“Kalau saya tetap berharap, mengimbau, bahkan meminta terkait dengan hal-hal verifikasi data itu paling penting. Jadi verifikasi data dulu jangan sampai mengubah satu program tanpa verifikasi data yang baik, yang detail, yang benar karena data itu yang paling penting sebagai pegangan,” ujar Puan maharani dalam keterangannya dikutip, Rabu (13/8/2025).
“Biasanya, waktu saya menjadi Menko, Menko mengkoordinasikan semua kementerian tersebut berdasarkan data yang terbaru itu untuk apakah kemudian memutuskan program tersebut akan diubah, diganti atau diperbaiki, atau dievaluasi dan lain-lain sebagainya,” lanjut Ketua DPR.
Puan yang juga Ketua Bidang Polkam DPP PDI Perjuangan ini juga mengingatkan agar program-program bansos yang dijalankan pemerintah tidak salah sasaran, tetapi harus dipastikan masyarakat yang memang berhak untuk mendapatkan bantuan tersebut.
“Jangan sampai kemudian rakyat yang berhak mendapatkan semua program itu tidak mendapatkan, malah orang yang tidak berhak mendapatkan program-program tersebut,” ucap anak bungsu Presiden RI ke 5 Megawati Soekarno Putri ini.
Untuk itu, Ketua DPR RI kembali menyerukan agar pemerintah memprioritaskan evaluasi dan perbaikan data sebagai dasar utama dalam melaksanakan program kebijakan sosial. “Jadi tolong perbaiki dulu datanya, evaluasi datanya,” tegas Puan.
Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap sejumlah temuan anomali dalam rekening penerima bantuan sosial (bansos) yang disalurkan oleh Kementerian Sosial, termasuk penerima yang masih bermain judi online (judol) hingga memiliki saldo puluhan juta rupiah.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan dari sekitar 10 juta rekening yang dianalisis, sebanyak 1,7 juta tidak teridentifikasi menerima bansos, sementara 8,3 juta sisanya tercatat menerima bansos. PPATK bahkan mendeteksi sejumlah rekening penerima dengan status pekerjaan tidak wajar.
Misalnya, ditemukan 27.932 orang berstatus pegawai BUMN, 7.479 dokter, dan lebih dari 6.000 orang berprofesi sebagai eksekutif atau manajerial, yang seluruhnya masuk dalam daftar penerima bansos. Selain itu, kata dia, ditemukan pula 56 rekening penerima bansos dengan saldo di atas Rp50 juta. (Cky/*)