Kabarindo24jam.com | Jakarta – Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan aparatur pemerintah harus memiliki tekad yang kuat untuk memberantas budaya kerja yang menghambat pelayanan publik. Terutama memberantas pola pikir lama yang masih melekat di sebagian aparatur.
“Pola pikir lama itu seperti ’kalau bisa dipersulit, mengapa harus dipermudah?’ Sikap seperti ini tidak hanya menghambat kemajuan, tetapi juga menjauhkan negara dari rakyatnya,” tegas Puan.
Hal itu disampaikan Puan dalam pidato pembukaan Masa Persidangan II DPR RI Tahun Sidang 2025-2026 di Gedung DPR, Selasa (4/11/2025)
“Kita harus melakukan perombakan cara berpikir dan cara bekerja bahwa tugas negara bukanlah memperumit urusan rakyat, melainkan mempermudahnya,” tegas Puan lagi.
Dalam setiap kebijakan dan tindakan, lanjut Puan, orientasi aparatur pemerintah harus jelas menghadirkan negara yang cepat melayani, bukan lambat beralasan.
“Negara yang menolong, bukan menunda. Negara yang mendengar, bukan mengabaikan,” papar Ketua DPR perempuan pertama ini.
Dengan semangat itu, Puan mengajak seluruh anggota DPR untuk memastikan bahwa seluruh fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran benar-benar dijalankan untuk memperkuat keberpihakan negara kepada rakyat.
“Sehingga kebijakan yang kita hasilkan tidak hanya mengatur, tetapi juga memberdayakan dan memuliakan kehidupan rakyat,” ujar cucu Proklamator Bung Karno ini.
Lebih lanjut, Puan menyampaikan, dalam menjawab tantangan dan kebutuhan pembangunan, DPR RI bersama dengan Pemerintah telah menyepakati daftar Rancangan Undang Undang yang tertuang dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sebagai sebuah instrumen pembentukan undang-undang yang terencana, terpadu, dan sistematis.
Dalam memenuhi kebutuhan hukum nasional, lanjut Puan, DPR RI bersama Pemerintah dan DPD RI memiliki komitmen untuk melanjutkan pembahasan sejumlah Rancangan Undang Undang pada setiap Alat Kelengkapan DPR RI, baik di Komisi maupun Badan Legislasi.
“DPR RI berkomitmen untuk menempatkan rakyat sebagai subjek kebijakan publik dan terus membuka diri dalam pemenuhan partisipasi masyarakat yang bermakna (meaningful public participation),” ujarnya. (Ls*/)

                                    