Kabarindo24jam.com | Jakarta – Khalayak luas, masyarakat dan kalangan aktivis, mendesak Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) agar segera menetapkan mantan Menteri Komunikasi dan Informatika/Menkominfo (sekarang disebut Menteri Komunikasi dan Digital/Menkomdigi) yang kini menjabat Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi, sebagai tersangka dalam kasus dugaan keterlibatan pengamanan situs judi online.
“Polri seharusnya segera menetapkan mantan Menkominfo Budi Arie Setiadi sebagai tersangka kasus dugaan judi online (judol) karena bukti-bukti dan kesaksian di persidangan sudah kuat mengarah pada keterlibatan Budi Arie” kata Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR), Hari Purwanto, dalam keterangan persnya yang dirilis pada Senin (9/6/2025).
Hari pun mengingatkan agar Polri tidak bermain mata dengan Budi Arie yang juga merupakan Ketua Umum Projo, lantaran hingga kini belum ada penetapan tersangka terhadapnya. Ia menilai bukti-bukti yang ada sudah cukup kuat, mengingat Budi Arie telah diperiksa sebagai saksi pada Kamis, 19 Desember 2024.
Selain itu, dalam surat dakwaan terhadap para terdakwa eks pegawai Kominfo, yakni Zulkarnaen dan kawan-kawan, sejumlah saksi fakta juga menyebut nama Budi Arie. “Sudah lima bulan pasca pemeriksaan belum ada tanda-tanda tersangka. Tentu ini menambah kecurigaan publik. Apalagi nama Budi Arie muncul dalam surat dakwaan terdakwa kasus dugaan judi online yang melibatkan Zulkarnaen Apriliantony dan kawan-kawan,” papar Hari.
Hari turut menyinggung slogan Polri PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan) yang menurutnya sekadar kiasan jika kasus ini dibiarkan berlarut-larut. “Ini pertaruhan lembaga Polri membongkar kasus judi online. Apalagi Polri dengan slogan PRESISI-nya bisa diartikan menjadi Pro Rezim Sistem Judi Sistem Online jika kasus Budi Arie masih mengambang,” ucapnya.
Sebelumnya diberitakan, Budi Arie Setiadi diduga meminta jatah sebesar 50 persen dari praktik pengamanan situs perjudian online yang dilakukan oleh sejumlah eks pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Dugaan ini terungkap dalam surat dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (14/5/2025).
Para terdakwa dalam kasus ini adalah Zulkarnaen Apriliantony, Adhi Kismanto, Alwin Jabarti Kiemas, dan Muhjiran alias Agus.
Keterlibatan Budi Arie diduga bermula sejak Oktober 2023. Saat itu, ia memerintahkan Zulkarnaen untuk mencari seseorang yang dapat mengumpulkan data situs judi online.
Zulkarnaen kemudian memperkenalkan Adhi Kismanto, yang meski tidak memenuhi syarat akademis, tetap diterima bekerja di Kominfo karena “atensi” langsung dari Budi Arie. Pada April 2024, setelah praktik penjagaan situs dihentikan di lantai 3 kantor Kominfo, Zulkarnaen dan Adhi menemui Budi Arie di rumah dinasnya, Widya Chandra.
Mereka meminta izin untuk memindahkan praktik ke lantai 8, dan Budi Arie menyetujuinya. Kemudian dalam pertemuan di sebuah kafe bernama Pergrams, disepakati pembagian keuntungan: 50 persen untuk Budi Arie, 30 persen untuk Zulkarnaen, dan 20 persen untuk Adhi. Praktik ini kembali aktif pada Mei 2024.
Terdakwa Muhjiran alias Agus menerima uang sebesar Rp48,75 miliar dari pengamanan sekitar 3.900 situs judi online. Pembagian dana tersebut menggunakan kode seperti “Bagi PM” (bagian Menteri), “CHF” (gabungan bagian untuk Zulkarnaen dan Menteri), serta “Bagi Kawanan” (untuk para terdakwa lainnya).
Menanggapi dakwaan tersebut, Budi Arie membantah keras keterlibatan dalam praktik pengamanan situs judi online.
Ia menyebut tuduhan itu sebagai fitnah yang diorkestrasi pihak tertentu. “Inikan lagu lama kaset rusak. Kan pertama kali saya tahu saya cuma ketawa, makin enggak masuk akal nih fitnahnya, karena saya enggak tahu soal 50 persen itu,” ujar Budi Arie dalam keterangannya, Kamis (22/5/2025).
Ia balik menuding ada pihak yang menjual namanya dan menegaskan tidak pernah meminta atau ditawari bagian keuntungan. Budi juga mengatakan saat diperiksa di Bareskrim Polri, tidak ada pertanyaan soal jatah 50 persen tersebut. “Enggak (presentase 50 persen), pernah menerima atau janji, saya bilang enggak pernah,” katanya.
Menurutnya, dakwaan tersebut adalah bagian dari framing politik. “Mau mem-framing bahwa judi online ini gembongnya saya, padahal saya orang yang paling serius memberantas judi online. Inikan jadi tebalik-balik nih,” ucapnya.
Budi bahkan menyindir ketua umum partai politik yang tak menyebutkan namanya. “Dibanding ketua umum partai, ngomong judi online juga enggak, ngerti judi online enggak, gimana tuh. Ketum partai, kita nyebutnya partai mitra judol, jangan dibalik-balik,” cetusnya. (Cok/*)