Kabarindo24jam.com | Jakarta – Keputusan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang menetapkan empat pulau—Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan, dan Panjang—masuk wilayah administrasi Sumatera Utara memantik gelombang protes. Publik, DPR, hingga mahasiswa mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk tidak tinggal diam. Tito diminta ditegur, bahkan dicopot.
Keputusan tersebut tertuang dalam Keputusan Mendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025. Bagi masyarakat Aceh, ini dianggap sebagai upaya “menghapus” empat pulau dari peta wilayah mereka.
“Kalau sudah menimbulkan keresahan publik, Presiden harus beri sanksi. Jangan biarkan rakyat kecewa. Ini bukan soal administrasi, ini soal harga diri daerah,” kata anggota DPR RI dari Dapil Aceh I, Muslim Ayub, dalam diskusi daring yang digelar Sabtu (14/6/2025).
Muslim menegaskan, kebijakan Tito mengabaikan posisi DPR sebagai wakil rakyat. “Kami jadi bulan-bulanan di mata masyarakat,” ujarnya.
Desakan serupa datang dari anggota Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia. Menurutnya, situasi di Aceh sudah mulai memanas. “Ada yang sudah mulai teriak-teriak di sana. Konflik tapal batas itu sensitif, bahkan bisa memicu korban jiwa,” kata Doli.
Doli juga menyoroti bahwa keputusan Kemendagri bertentangan dengan kesepakatan historis antara Gubernur Aceh dan Sumut tahun 1992, serta Undang-Undang Pemerintahan Aceh. “Ini bukan sekadar administrasi wilayah, ini soal komitmen pada hukum dan sejarah,” tegasnya.
Merespons polemik tersebut, Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, telah mengumpulkan seluruh anggota DPR, DPD RI, dan DPRD Aceh untuk merumuskan langkah strategis.
Kini, bola panas ada di tangan Presiden Prabowo. Masyarakat menunggu langkah tegas kepala negara untuk meredakan gejolak di Aceh sekaligus menegaskan komitmennya menjaga keutuhan wilayah Indonesia.