Site icon Kabarindo24jam.com

Rekrutmen 24.000 Tamtama,Apa yang Perlu Di khawatirkan?

Kabarindo24jam.com | JAKARTA – Rencana Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) merekrut 24.000 prajurit tingkat tamtama tahun ini menuai kontroversi. Walaupun diklaim sebagai upaya memperkuat ketahanan nasional, kebijakan ini juga memicu kritik tajam karena dianggap mengalihkan fokus TNI dari fungsi utamanya—pertahanan dan peperangan.

Apa yang Disiapkan TNI AD?
Brigjen Wahyu Yudhayana, Kepala Dinas Penerangan TNI AD, menyebut rekrutmen skala besar ini merupakan bagian dari pembentukan Batalyon Teritorial Pembangunan di 514 kabupaten/kota. Setiap batalyon didesain menampung empat kompi yaitu pertanian, peternakan, medis, dan zeni (infrastruktur) . Penempatan massal ini, katanya, bukan untuk pertempuran, melainkan untuk memperkuat stabilitas wilayah melalui pelayanan langsung seperti ketahanan pangan dan pembangunan pedesaan .

Minat masyarakat muda terhadap profesi militer terus meningkat, dengan laporan pendaftaran 107.365 calon dan 38.835 calon tervalidasi. Realisasi penerimaan lima tahun terakhir bahkan melebihi target, mencapai 114,4 persen pada 2023 .

Pengamat militer, Al Araf dari Centra Initiative, menyoroti potensi peralihan jati diri TNI—dari alat pertahanan menjadi “tukang proyek desa”. Menurutnya, TNI “dilatih untuk perang, bukan mengurus pertanian atau peternakan” . Ia mengingatkan risiko profesionalisme TNI tergerus dan menyarankan evaluasi dari DPR serta Presiden Prabowo Subianto .

Perekrutan, sebuah solusi atau kontroversi?

Dukungan untuk strategi militer berbasis wilayah sejalan dengan Doktrin Pertahanan Negara 2023, yang memandang pertahanan sebagai sinergi antara militer dan pembangunan sipil . Namun, kemasan ini menimbulkan kekhawatiran tentang apakah TNI kehilangan esensi tempurnya demi mengemban tugas sosial?

Rekrutmen massal ini membawa prospek positif—Yaitu mengintegrasikan militer ke dalam pembangunan nasional. Namun, kritik keras juga muncul dari sisi yang menganggapnya mengaburkan garis antara tugas pertahanan dan sipil. Jika melihat ke depan, apakah peran ganda ini akan menjadi kekuatan strategis baru atau justru mengancam profesionalisme TNI?

Exit mobile version