JAKARTA — Lembaga Indonesian Corruption Watch (ICW) ahir- ahir ini sibuk melakukan manuver dengan membangun opini yang tendensius untuk menyudutkan pimpinan KPK. Berbagai tudingan seringkali dilontarkan, namun banyak sekali tudingan ICW tidak tepat sehingga mengandung provokasi dan bahkan hoax.
Khususnya tudingan ICW soal adanya intervensi pimpinan KPK dalam pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai KPK baru-baru ini. Dewan Pengawas (Dewas) KPK memutuskan bahwa pengaduan atas dugaan pelanggaran kode etik oleh Pimpinan KPK dalam pelaksanaan TWK pada proses pengalihan pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak memiliki cukup bukti.
Ditambah lagi dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyebutkan TWK pegawai KPK sudah sesuai ketentuan perundang-undangan dan menjadi domain dari Badan Kepegawaian Negara, sehingga Dewas KPK tetap berpihak pada komisioner KPK.
“Banyak sekali opini yang dibangun dan kritik oleh ICW terkait pimpinan KPK yang terlalu lebay dan mengada-ada. Selain itu, terkesan cuma mencari-cari kesalahan. Sehingga publik menilai ICW telah memperkeruh kondisi bangsa saat ini,” kata Ketua Lembaga Advokasi dan Kajian Strategis Indonesia (LAKSI) Azmi Hidzaqi kepada kabarindo24jam, Selasa (7/9/2021).
Karena itu, LAKSI mempertanyakan motif di balik serangan ICW kepada pimpinan KPK selama ini. “Kenapa ICW hanya menyerang pimpinan KPK, dan mengapa ICW tidak objektif memberikan apresiasi atas berbagai keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi saat ini,” kata Azmi.
Maka dari itu, tambah dia, patut dicurigai oleh masyarakat bahwa kritik yang dilontarkan ICW selama ini kepada pimpinan lembaga KPK bukan untuk tujuan membangun KPK. Malahan dapat melemahkan semangat dan perjuangan dari komisioner KPK dalam melaksanakan tugasnya.
LAKSI menilai pendapat ICW sangat bertolak belakang dengan semangat dan keinginan publik yang sangat mengharapkan KPK semakin kuat. “Kami sangat resah dengan perilaku ICW yang dengan mudah menyalahkan komisioner KPK dalam mengambil kebijakan, dan di mata ICW pimpinan KPK selalu salah, sampai mendorong agar komisioner KPK dicopot dari jabatannya,” tandas Azmi.
Dia menilai ICW menggalang dukungan publik dengan melakukan berbagai aksi kampanye dan provokasi untuk kriminalisasi pimpinan KPK, mereka melaporkan komisioner KPK ke lembaga negara lainnya, sehingga terjadilah konflik kepentingan antara KPK dengan ombudsman dan Komnas HAM soal TWK KPK.
“Kami pun mempertanyakan Integritas ICW sebagai lembaga anti korupsi. Sebab selama ini seolah diam serta menutup mata pada beberapa kasus kelebihan pembayaran dan sejumlah pemborosan anggaran yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta,” ujarnya.
“Sesuai hasil temuan BPK, Pemprov DKI telah beberapa kali melakukan pembelian barang dengan kelebihan bayar. Namun ICW hanya diam, tidak bersuara, padahal kasus pembelian kelebihan bayar tersebut bisa menjadi potensi korupsi mark-up harga barang,” tambah Azmi.
Sejak KPK dipimpin oleh Firli Bahuri, lanjut dia, KPK memiliki wibawa dan sangat disegani. Bahkan saat ini dianggap paling berhasil sepanjang KPK berdiri “Terlihat selama dua tahun terakhir KPK banyak berhasil mengungkap berbagai skandal mega korupsi yang melibatkan elite partai politik. Untuk itu tidak salah jika masyarakat memberikan apresiasi yang tinggi,” pungkas Azmi. (CP)