Bengkulu, Kabarindo24jam.com — Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di Kota Arga Makmur, Bengkulu Utara, kian parah. Pagi ini, antrean panjang kembali mengular di sejumlah SPBU. Warga rela berdiri dan menunggu sejak subuh hanya untuk mendapatkan beberapa liter BBM. Krisis ini telah berlangsung hampir sebulan, namun belum terlihat langkah tegas dari Pemerintah Provinsi Bengkulu.
Situasi ini membuat aktivitas masyarakat terganggu di berbagai lini. Mulai dari pengemudi robema, pedagang, pelaku UMKM, hingga masyarakat umum yang menggantungkan hidupnya pada ketersediaan BBM. Roda ekonomi berjalan terseok-seok.
Kekecewaan masyarakat semakin memuncak, terutama kepada Gubernur Bengkulu Helmi Hasan dan Wakil Gubernur Mian. Publik menuntut janji dan komitmen yang dulu pernah digaungkan saat kampanye segera ditepati.
Wakil Gubernur Mian, yang kini menjabat, bukanlah orang asing bagi Bengkulu Utara. Ia pernah menjabat sebagai Bupati Bengkulu Utara selama dua periode, dan sangat memahami kondisi geografis, sosial, dan ekonomi daerah ini. Maka wajar jika warga menuntut beliau bersikap lebih tanggap dan konkret.
“Sudah hampir sebulan kami antre tiap hari. Sering tak dapat. Sementara kebutuhan hidup tetap jalan. Mau usaha pun terhambat karena BBM tak ada,” keluh seorang warga yang ikut antre sejak pagi.
Kritik juga datang dari LSM Kabarindo Bengkulu yang menilai Pemprov seolah menutup mata terhadap krisis ini.
“Jangan hanya terfokus di Kota Bengkulu saja. Bengkulu Utara ini daerah dengan aktivitas ekonomi tinggi. Kalau BBM langka, semuanya bisa lumpuh,” ujar perwakilan LSM dengan nada geram.
Mereka juga menyinggung keberadaan Pasar Purwodadi, yang kini telah dibangun megah sebagai wajah baru ekonomi Arga Makmur. Namun, tanpa dukungan distribusi energi seperti BBM, aktivitas ekonomi di pasar itu berisiko stagnan.
“Pasar Purwodadi sudah jadi kebanggaan warga. Tapi percuma kalau BBM sulit. Pedagang tak bisa suplai barang, pembeli pun malas datang. Ini harus jadi perhatian serius,” tambahnya.
Warga mendesak Gubernur Helmi dan Wagub Mian segera turun langsung ke lapangan, bukan hanya menggelar rapat atau memberi pernyataan normatif. Sudah saatnya ada solusi nyata, bukan sekadar wacana.
“Kami tak butuh seremonial. Kami ingin aksi nyata. Jangan tunggu semuanya lumpuh dulu baru bertindak,” tutup warga dengan penuh kekecewaan.(wen*/)